REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA — Aksi saling bantah antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Barat (TPNPB-OPM) masih terjadi pascapenyerangan di Pos Mugi-Mam, Nduga, Papua Pegunungan. TPNPB-OPM kali ini menyanggah tuduhan TNI yang menuding kelompok separatisme bersenjata itu menggunakan tameng masyarakat sipil dan melibatkan anak-anak saat penyerangan pada Sabtu (15/4/2023) itu.
Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengatakan, di wilayah darurat seperti di Distrik Mugi, sudah tak ada lagi masyarakat biasa. Masyarakat di Nduga, dikatakan dia, sudah habis diungsikan pemerintah daerah ke wilayah Kenyam. Bahkan, Sebby mengeklaim, sejak 2018 memilih cari aman ke Wamena sejak TNI dan Polri melakukan operasi militer.
“Panglima TNI mengatakan, bahwa TPNPB menggunakan masyarakat sipil sebagai tameng dan menggunakan anak-anak. Dan hal tersebut tidak benar. Karena warga sipil di wilayah ini (Nduga) sudah mengungsi sejak 2018,” ujar Sebby dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Rabu (19/4/2023).
TPNPB-OPM juga tetap mengeklaim penyerangan terhadap TNI di Pos Mugi menewaskan 15 prajurit tentara Indonesia. Menurut Sebby, enam tewas saat penyerangan yang terjadi pada Sabtu (15/4/2023). Sedangkan sembilan yang tewas dieksekusi pada Ahad (16/4/2023).
Sebby mengeklaim, penyerangan yang dipimpin Perek Jelas Kogeya itu juga merampas sembilan pucuk senjata tempur TNI. Beberapa diantaranya, kata Sebby tiga senjata mesin, dua senjata laras panjang M1-16, dan empat senjata SS-1. “Dan pasukan TPNPB juga merampas amunisi yang tidak terhitung juga pistol,” ujar Sebby menambahkan.
Pernyataan Sebby tersebut menanggapi pernyataan resmi Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Selasa (16/4/2023) pascapeninjauan situasi di Papua. Saat konfrensi pers di Lanud Juanda, Jawa Timur (Jatim), Laksamana Yudo menegaskan penyerangan yang dilakukan kelompok separatisme di Pos Mugi-Mam hanya mengakibatkan satu prajurit gugur atas nama Pratu Miftahul Arifin dari Yonif Rider 321/GT Kostrad.
Lima prajurit lainnya, memang terkena luka tembak. Namun, Panglima mengakui masih ada empat prajurit lainnya, termasuk dari satuan Kopassus yang masih dalam pencarian. Laksamana Yudo menjelaskan Pratu Arifin gugur terkena tembakan dan jatuh ke jurang sedalam 15 meter saat penyerangan terjadi.
Panglima menuturkan, penyerangan kelompok separatisme itu terjadi ketika 36 personel gabungan TNI melakukan operasi pencarian keberadaan Pilot Susi Air Kapten Philips Mark Marthen yang ditawan pentolan pemberontak prokemerdekaan Papua Egianus Kogoya sejak 7 Februari 2023.
“Namun dalam perjalananna (operasi), pasukan diadang, dan terjadi kontak tembak dengan KST (Kelompok Separatisme Terorisme) Papua,” ujar Laksamana Yudo.
Panglima mengaku, setelah mendengar kesaksian langsung dari para serdadunya yang dirawat di RS Timika pascapenyerangan, menyampaikan penyerbuan separatisme dilakukan dengan tiba-tiba. Dalam penyerangan tersebut, dikatakan Panglima, pengakuan para prajuritnya mengungkapkan kelompok separatisme melakukan sergapan di Pos Mugi menggunakan tameng manusia sipil. Bahkan menjadikan anak-anak sebagai perbantuan serangan.
“Dalam kontak tembak tersebut mereka memanfaatkan masyarakat dan anak-anak untuk menyerbu (prajurit TNI),” kata Laksamana Yudo.
Pascapenyerangan tersebut, Laksamana Yudo, sebagai Panglima TNI menyatakan peningkatan status operasi pencarian Kapten Philips dari pengamanan operasi daerah rawan (pamrahwan) menjadi siaga tempur darat. “Kita tingkatkan menjadi siaga tempur,” begitu kata Laksamana Yudo.
Kata dia, peningkatan status menjadi siaga tempur tersebut untuk memastikan kesiapan para prajuritnya dalam menghadapi situasi-situasi siap kontak-tembak seperti yang terjadi di Pos Mugi-Mam akhir pekan lalu itu.