Senin 01 May 2023 20:41 WIB

UU Ciptaker Dinilai Lebih Berpihak ke Pengusaha

hak-hak buruh dan pekerja masih belum dipenuhi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Lida Puspaningtyas
Para buruh dari Aliansi Buruh Bandung Raya dan mahasiswa menggelar aksi memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day di kawasan Cikapayang, Jl Ir H Djuanda, Kota Bandung, Senin (1/5/2023). Aksi tersebut di antaranya menuntut dicabutnya Omnibus Law UU Cipta Kerja dan upah layak.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Para buruh dari Aliansi Buruh Bandung Raya dan mahasiswa menggelar aksi memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day di kawasan Cikapayang, Jl Ir H Djuanda, Kota Bandung, Senin (1/5/2023). Aksi tersebut di antaranya menuntut dicabutnya Omnibus Law UU Cipta Kerja dan upah layak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, merasa wajar jika UU Cipta Kerja (Omnibus Law) ditolak banyak masyarakat. Sebab, ia menilai, UU Ciptaker lebih berpihak kepada pengusaha dibandingkan ke pekerja.

"Sebenarnya, kenapa ada penolakan terhadap rancangan Omnibus Law karena memang semangatnya bukan semangat untuk membela masyarakat, tapi lebih kepada kalangan pengusaha," kata Nasir, Senin (1/5).

Baca Juga

Ia mengingatkan, banyak penolakan kepada UU Ciptaker setelah masyarakat mengetahui UU itu tidak membela rakyat. Karenanya, Nasir turut berterima kasih kepada buruh dan pekerja yang telah menyuarakan tuntutannya itu.

Nasir menekankan, buruh harus tetap bersemangat dalam menyampaikan tuntutan karena merupakan hak politik mereka sebagai warga negara. Di Aceh, misal, serikat pekerja terus menyuarakan tuntutan-tuntutannya.

 

Mulai dari soal UU Cipta Kerja, RUU Kesehatan, Reforma Agraria dan Kedaulatan Pangan. Ia berharap, pekerja rumah tangga bisa diberikan perlindungan karena itu memang menjadi tujuan bernegara dan berbangsa.

Pun RUU Omnibus Law tentang Kesehatan yang dinamikanya sangat tinggi. Karenanya, Nasir berharap, semua yang diaspirasikan pekerja pada Hari Buruh Internasional bisa ditindaklanjuti oleh pemangku kebijakan.

"Soal reformasi agraria dan kedaulatan pangan ini menjadi pekerjaan rumah yang hari ini belum dapat diselesaikan," ujar Nasir.

Nasir menambahkan, Undang-Undang Cipta Kerja reformasi agraria turut menyimpan masalah seperti masalah bank tanah. Ia berharap, hak-hak buruh dan pekerja yang masih belum dipenuhi ke depannya bisa lebih baik lagi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement