REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS – Presiden Iran Ebrahim Raisi melakukan pertemuan dengan sejumlah pejabat senior Palestina di Damaskus, Suriah, Kamis (4/5/2023). Pada kesempatan itu Raisi menyampaikan dukungan Iran bagi perjuangan Palestina.
Pejabat Palestina yang berbasis di Damaskus Khaled Abdul-Majid mengatakan, delegasinya memberi pengarahan kepada Raisi tentang situasi di Tepi Barat, Yerusalem, dan Jalur Gaza. “Para pemimpin Palestina berterima kasih kepada Iran atas dukungannya terhadap perlawanan dan perjuangan Palestina,” kata Abdul-Majid yang turut menghadiri pertemuan dengan Raisi.
Dia menambahkan, Raisi menegaskan kepada para pejabat Palestina, termasuk para pemimpin tertinggi dari kelompok perlawanan Hamas dan Jihad Islam bahwa Iran akan terus mendukung Palestina. Teheran memang kerap disebut menjadi pihak yang memasok persenjataan kepada kelompok perlawanan Palestina di Jalur Gaza.
Raisi memulai kunjungan dua harinya ke Suriah pada Rabu (3/5/2023). Dia menjadi presiden Iran pertama yang melakukan lawatan ke Damaskus sejak Suriah didera konflik sipil pada 2011. Iran telah menjadi pendukung utama pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam memerangi kelompok teroris dan oposisi bersenjata di negaranya.
Dalam kunjungannya ke Suriah, Raisi dan Assad menandatangani sejumlah kesepakatan kerja sama. Media Pemerintah Suriah melaporkan, Raisi dan Assad menandatangani perjanjian serta nota kesepahaman di beberapa sektor, termasuk minyak, pertanian, kereta api, dan zona perdagangan bebas.
Perusahaan kereta api milik Pemerintah Iran telah lama bercita-cita memperluas jaringannya melalui negara tetangga Irak dan Suriah, menghubungkannya ke pelabuhan Suriah Lattakia di Laut Mediterania untuk meningkatkan perdagangan. Oposisi Suriah dan kritikus Teheran melihat hal itu sebagai upaya lain dari Iran untuk menumbuhkan pengaruh politiknya di kawasan.
Kesepakatan kerja sama lintas-sektor dengan Iran dinilai sangat penting bagi Suriah. Perekonomian negara tersebut terpuruk akibat konflik sipil yang telah berlangsung selama 12 tahun. Inflasi melonjak dan nilai mata uang Suriah anjlok. Saat ini sebagian besar masyarakat Suriah masih harus hidup dengan pemadaman listrik bergilir.