REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, Covid-19 bukan lagi darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC). Pengumuman Badan PBB tersebut dibuat setelah pertemuan bersama Komite Darurat Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) WHO, 4 Mei lalu.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, Covid-19 tidak lagi dianggap sebagai darurat kesehatan global. Meski demikian, dia mengingatkan "itu tidak berarti Covid-19 berakhir sebagai ancaman kesehatan global”.
Pengumuman WHO ini mengakhiri status yang ditetapkan pada 30 Januari 2020. Dalam lebih dari tiga tahun, virus corona telah menyebar ke seluruh dunia.
Ini mengakibatkan lebih dari 765 juta kasus yang dikonfirmasi dan total kematian sedikit di bawah tujuh juta per 3 Mei 2023. Tedros mengatakan bahwa angka kematian itu sangat diremehkan dan jumlah kematian yang sebenarnya kemungkinan besar mendekati 20 juta.
Pedoman WHO mengikat secara hukum untuk 196 negara, termasuk 194 negara anggota WHO, yang menandatangani Peraturan Kesehatan Internasional (IHR), dan pertama kali diadopsi pada tahun 1969.
Status PHEIC ditetapkan untuk kejadian luar biasa, di mana suatu penyakit menyebar dalam skala internasional. Ditetapkannya status PHEIC mengartikan kondisi tersebut bisa menimbulkan risiko kesehatan masyarakat ke seluruh dunia, dan membutuhkan tanggapan internasional yang terkoordinasi.
Tingkat kematian mingguan Covid-19 global telah turun drastis sejak puncaknya, dari lebih dari 100 ribu kematian mingguan pada Januari 2021 menjadi sekitar 4.000 per pekan pada April 2023, menurut data WHO. "Selama lebih dari satu tahun, pandemi cenderung menurun, dengan kekebalan populasi meningkat dari vaksinasi dan infeksi, penurunan angka kematian, dan tekanan pada sistem kesehatan berkurang," kata Tedros, seperti dikutip dari laman Livescience, Sabtu (6/5/2023).
Deklarasi PHEIC menciptakan kesepakatan di antara negara-negara anggota PBB di seluruh dunia untuk mengikuti rekomendasi WHO dalam mengelola darurat kesehatan, yang digunakan sebagai pedoman untuk membangun tanggap darurat masing-masing negara. Dengan dihapusnya status PHEIC virus, sekarang bergantung pada masing-masing negara untuk memutuskan bagaimana mereka akan menangani kondisi virus.
Tedros mengingatkan bahwa penghapusan status PHEIC tidak berarti bahwa SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, tidak lagi ada atau infrastruktur yang dibangun untuk melawan virus harus dibatalkan.
“Hal terburuk yang dapat dilakukan negara mana pun sekarang adalah menggunakan berita ini sebagai alasan untuk lengah, untuk membongkar sistem yang telah dibangunnya, atau untuk mengirim pesan kepada rakyatnya bahwa Covid-19 tidak perlu dikhawatirkan,” kata Tedros.
Tedros mengatakan, jika kematian atau infeksi akibat Covid-19 meningkat secara signifikan pada masa mendatang, dia tidak akan ragu untuk mengadakan pertemuan darurat lagi dan menetapkan kembali status PHEIC.