REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan tanggapan atas pernyataan Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein yang menganggap integritas BPK masih diragukan di kalangan ahli hukum.
Karena BPK dianggap seperti itu, Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dibentuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan tidak melibatkan BPK dalam menelusuri transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.
"Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 dan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan diresmikan oleh Presiden," kata Kepala Biro Humas BPK Yudi Ramdan dalam keterangan resmi, Ahad (7/5/2023).
Sebagai salah satu tim ahli dari total 12 tim ahli Satgas TPPU, Yunus Husein juga mengungkapkan keraguan terhadap integritas BPK. Hal itu terkait kasus pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan laporan keuangan.
Selain itu, fit and proper test pimpinan BPK dikatakan hanya terbatas di internal Komisi XI DPR. Yunus menuding, calon-calon pimpinan badan tersebut hanya berasal dari teman-teman anggota DPR sendiri atau melakukan penyogokan untuk memperoleh jabatan di BPK.
Terkait hal itu, Yudi menekankan, keterpilihan menjadi anggota BPK harus memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai dengan Pasal 13 UU Noṃor 15 Tahun 2006. Calon Anggota BPK juga diumumkan secara terbuka kepada publik untuk memperoleh masukan dari masyarakat.
Lebih lanjut, BPK dinyatakan telah menetapkan kode etik yang memuat nilai-nilai dasar BPK yang mencakup integritas, independensi, dan profesionalisme.
"Untuk penegakan kode etik tersebut, telah dilakukan berbagai kegiatan seperti pengarahan, pendidikan dan pelatihan, serta sosialisasi kepada pejabat dan pegawai BPK dalam rangka pembangunan kesadaran, pengetahuan, peringatan, dan penguatan. Majelis Kehormatan Kode Etik BPK telah dibentuk dan telah memproses pelanggaran kode etik dimaksud, termasuk kasus-kasus yang terjadi," ungkap dia.
Jika ada kasus pelanggaran kode etik terkait pemeriksaan yang dilakukan oleh oknum pelanggar kode etik, ucapnya, maka dilakukan peninjauan secara independen dan objektif oleh pemeriksa yang kompeten. Pemeriksa tersebut harus berasal dari satuan kerja lain yang tidak terlibat dalam pemeriksaan oleh oknum dimaksud.
Peninjauan itu dilakukan untuk memastikan bahwa hasil pemeriksaan terkait tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan.
"Pengaduan terkait pelanggaran kode etik juga telah dibuat baik melalui aplikasi pengaduan masyarakat melalui e-ppid.bpk.go.id maupun whistle blowing system melalui wbs.bpk.go.id, yaitu aplikasi yang disediakan oleh BPK bagi siapa pun yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan BPK," ucap Yudi.
Baca juga : SEA Games Makin tak Jelas, Cabor dan Atlet Suka-Suka karena Tuan Rumah Ingin Juara