REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Otoritas Palestina mengecam langkah Israel menerbitkan tender untuk pembangunan lebih dari 1.000 unit permukiman baru dari wilayah Tepi Barat yang diduduki. Palestina menegaskan, perluasan permukiman ilegal Israel merusak prinsip solusi dua negara.
“Israel mencemooh semua posisi serta tuntutan internasional, perjanjian yang ditandatangani, dan resolusi PBB yang menyerukan serta menuntut penghentian aktivitas pemukiman, karena itu ilegal, tidak sah, dan kejahatan yang mengancam merusak prinsip solusi dua negara,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Palestina, Senin (8/5/2023), dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.
Selain menggerus kesempatan Palestina mendirikan negara dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, perluasan permukiman ilegal Israel dinilai menjadi tantangan terang-terangan terhadap keinginan komunitas internasional. “Negara pendudukan (Israel) mengambil keuntungan dari standar internasional ganda untuk menerapkan lebih banyak rencana kolonial ekspansionisnya, serta untuk bergerak maju dengan aneksasi bertahap Tepi Barat yang diduduki,” kata Kemenlu Palestina.
Palestina meyakini penghentian semua bentuk kegiatan permukiman adalah pendekatan tepat untuk memulihkan kepercayaan antara pihaknya dan Israel. Hal itu terkait persiapan meluncurkan proses politik negosiasi nyata yang bertujuan mengakhiri eskalasi Israel dan mengarah pada penyelesaian konflik melalui cara-cara politik yang damai.
Sementara itu pada Ahad (7/5/2023) lalu, Mahkamah Agung Israel menolak petisi yang diajukan organisasi pro-pemukiman untuk memaksa pihak berwenang menghancurkan sebuah desa Badui di Tepi Barat yang diduduki. Penolakan itu mengakhiri pertempuran hukum selama bertahun-tahun.
Komunitas Khan al-Ahmar, di jalan raya strategis di timur Yerusalem, dijadwalkan dihancurkan pada 2018 setelah diputuskan dibangun tanpa izin Israel. Kelompok sayap kanan Israel, Regavim, telah membawa pemerintah ke pengadilan untuk memaksa pejabat meruntuhkan desa tersebut. Sebanyak 200 penduduk desa tersebut telah menarik dukungan internasional.
Dalam putusannya pada Ahad lalu Mahkamah Agung Israel memberikan negara penundaan tak terbatas untuk perintah pembongkaran. Pengadilan mengutip alasan keamanan dan diplomatik yang dirinci dalam pernyataan rahasia pemerintah.
Dalam putusannya para hakim Mahkamah Agung Israel menekankan bahwa Khan al-Ahmar "ilegal". Namun para hakim menerima bahwa mereka tidak boleh ikut campur untuk memaksa pembongkarannya.