REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan enam tersangka terkait kasus dugaan korupsi Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP-4) PT Pelindo, Selasa (9/5/2023). Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi mengatakan, enam tersangka yang sudah ditetapkan tersebut, adalah EWI, KAM, US, IS, dan CAK, serta AHM.
“Keenam tersangka tersebut juga sudah dilakukan penahanan per hari ini (9/5/2023),” begitu kata Kuntadi saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Tersangka EWI mengacu pada nama Edi Winoto yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) DP-4 2011-2016. KAM adalah Khamidin Suwarjo yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Keuangan (Dirkeu) DP-4 2008-2014.
Adapun US adalah Umar Samiaji yang ditetapkan tersangka selaku Dewan Pengawas DP-4 2005-2019. Sedangkan IS adalah Imam Syafingi yang ditetapkan tersangka selaku Staf Investasi Sektor Riil DP-4 2012-2017. CAK adalah Chiefy Adi Kusmargono, yang ditetapkan tersangka selaku Dewan Pengawas DP-4 2012. Terakhir, AHM adalah Ahmad Adhi Aristo yang ditetapkan tersangka selaku pihak swasta, yang berprofesi sebagai makelar tanah.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana dalam siaran pers menyampaikan, penahanan enam tersangka itu dilakukan terpisah. Tersangka EWI, KAM, dan AHM, dilakukan penahanan di Rutan Salemba cabang Kejakgung. Sedangkan tersangka CAK, US, dan IS ditahan di Rutan Kelas-1 Jakarta Pusat (Jakpus). “Penahanan dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan. Dan penahanan dilakukan selama 20 hari terhitung 9 Mei 2023,” begitu terang Ketut, Selasa (9/5/2023).
Kuntadi menjelaskan kerugian negara terkait korupsi DP-4, mencapai Rp 148 miliar. Kasus tersebut terkait dengan pelaksanaan pada program pengelolaan DP-4 Pelindo periode 2013-2019.
Dikatakannya, dana pensiunan pegawai PT Pelabuhan Indonesia itu, diinvestasikan dalam bentuk pembelian tanah dan penyertaan modal kepada PT Indoport Utama (IU) dan PT Indoport Prima (IP). “Dan dalam pelaksanaan pengelolaannya, terdapat perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 148 miliar,” ujar Kuntadi.
Peran para Tersangka
Dalam penyidikan, kata Kuntadi menjelaskan, tersangka EWI, selaku dirut DP-4 adalah pihak yang menyetujui pembelian tanah dan penyertaan modal ke PT IU dan PT IP dengan penggunaan dana milik para pegawai pelabuhan tersebut. Namun dalam persetujuan itu dilakukan dengan praktik penyimpangan hukum berupa pengabaian terhadap standart operasional prosedur (SOP). Dan diketahui pula, peran ganda tersangka EWI sebagai Dirut DP-4 yang merangkap Komisaris di PT IU dan PT IP tempat penyertaan modal dilakukan.
“Sehingga uang DP-4 yang dikeluarkan dilakukan untuk tersangka EWI mendapatkan keuntungan yang tidak sah,” begitu ujar Kuntadi.
Adapun tersangka KAM, selaku Dirkeu DP-4, memberikan persetujuan terkait pengeluaran dana untuk pembelian lahan dan penyertaan modal ke PT IU dan PT IP tersebut. Padahal, dikatakan Kuntadi, tersangka KAM selaku pengendali keuangan DP-4 mengetahui pengucuran dana untuk pembelian lahan dan penyertaan modal itu melawan hukum. “Dan diketahui, tersangka KAM juga mendapatkan keuntungan yang tidak sah dari pembelian dan penyertaan modal tersebut,” begitu sambung Kuntadi.
Adapun tersagka US dan IS, selaku Manajer Investasi dan Staf Invetasi Sektor Ril di DP-4, merupakan pihak internal yang memberikan usulan agar DP-4 melakukan pembelian lahan dan penyertaan modal ke PT IU dan PT IP itu. Padahal keduanya itu, pun juga mengetahui dalam pembelian tanah dan penyertaan modal ke pihak swasta itu, adanya tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka EWI, dan tersangka KAM. Sedangkan tersangka CAK, selaku Dewan Pengawas DP-4, juga turut menikmati keuntungan dari pembelian tanah, dan penyertaan modal di PT IU dan PT IP tersebut dengan memberikan hasil evaluasi yang sesuai dengan permintaan tersangka EWI.
Adapun tersangka AHM, satu-satunya pihak swasta yang dijerat sangkaan dalam kasus ini. Kuntadi mengatakan, peran tersangka AHM merupakan pihak perantara dalam pembelian tanah PT IP, dan PT IU tersebut. “Tersangka AHM juga mendapatkan fee secara tidak sah dalam pembelian tanah yang dilakukan di Depok, Jawa Barat, dan di Palembang, Sumatera Selatan,” begitu terang Kuntadi. Penyidik, kata Kuntadi, sementara ini menjerat keenam tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU 31/1999-20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.