REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI--Gagasan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk membuat marketplace sebagai talent pool tenaga guru dinilai tidak pantas. Salah seorang guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) Kota Bekasi, Maryani, menilai gagasan Nadiem dinilai merendahkan martabat guru.
"Penggunaan istilah marketplace sepertinya memang tidak pantas," kata Maryani saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (26/5/2023).
Menurut dia, menteri yang memiliki latar belakang pengusaha maka orientasinya akan ke bisnis untuk mendapatkan untung. Maryani menilai rencana Nadiem ini seolah menganggap guru sebagai barang jualan. "Begitulah ketika seorang pengusaha dijadikan menteri pendidikan," katanya.
Maryani menuturkan, sudah sejak awal pengangkatan Nadiem sebagai menteri bermasalah. Sebab, menurut Maryani, permasalahan ini karena Nadiem tidak memiliki latar belakang sebagai pendidik.
"Memang sebenarnya sudah menempatkan orang yang kurang tepat sehingga pandangan, pemikiran, dan persepsinya pun berbeda," katanya.
Maryani mengatakan, ketika marketplace ditempatkan kepada dunia pendidikan, seperti ada transaksi di dalamnya. Rencana Nadiem mencoreng dunia pendidikan di Indonesia. "Padahal, dunia pendidikan bukanlah dunia usaha sehingga memang tidak pantas penggunaan kata tersebut," katanya.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengaku merasa khawatir penggunaan diksi marketplace dapat mendegradasi guru menjadi sekadar barang jualan. Dengan penggunaan kata tersebut, kedudukan guru dinilai menjadi semakin tidak terhormat.
“Kami khawatir penggunaan kata marketplace mendegradasi guru menjadi sekadar barang jualan. Kedudukan guru makin tidak terhormat,” ujar Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri, kepada Republika.co.id, Kamis (25/5/2023).
Masih terkait dengan pembentukan marketplace alias lokapasar guru, P2G berbaik sangka platform tersebut dibentuk sebagai upaya pemangkasan alur birokrasi seleksi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sebab, alur birokrasi yang ada saat ini membuat lulusan nilai ambang batas P1 nasibnya terlunta-lunta.