Jumat 02 Jun 2023 07:52 WIB

PBB: Black Sea Grain Initiative Berjalan Tanpa Insiden

Lebih dari 1.900 kapal berhasil mengangkut 30,5 juta ton biji-bijian tanpa insiden

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Lebih dari 1.900 kapal berhasil mengangkut 30,5 juta ton biji-bijian tanpa insiden atau korban yang signifikan.
Foto: AP Photo/Khalil Hamra
Lebih dari 1.900 kapal berhasil mengangkut 30,5 juta ton biji-bijian tanpa insiden atau korban yang signifikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Lebih dari 1.900 kapal berhasil mengangkut 30,5 juta ton biji-bijian tanpa insiden atau korban yang signifikan. Kelancaran ini dikonfirmasi oleh Koordinator Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Black Sea Grain Initiative Abdullah Abdul Samad Dashti pada Kamis (1/5/2023).

"Kami memeriksa lebih dari 1.900 kapal tanpa insiden besar atau korban jiwa," kata Dashti dikutip dari Anadolu Agency.

Baca Juga

Dashti yang berasal Kuwait bertemu dengan Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Ngozi Okonjo-Iweala di sebuah acara di Jenewa. Mereka membahas perkembangan terbaru dalam Black Sea Grain Initiative.

Turki, PBB, Rusia, dan Ukraina awalnya menandatangani perjanjian di Istanbul pada Juli tahun lalu untuk melanjutkan ekspor biji-bijian dari tiga pelabuhan Laut Hitam Ukraina. Pusat Koordinasi Bersama dengan pejabat dari tiga negara dan PBB didirikan di Istanbul untuk mengawasi pengiriman.

"Anda berbicara tentang tim inspeksi yang bekerja tujuh hari seminggu untuk jumlah ini 1.900. Itu bukan pekerjaan mudah," kata Dashti.

Kontrak biji-bijian pun diperpanjang selama 120 hari lagi saat memasuki batas akhir pada November tahun lalu. Saat ini kesepakatan tersebut memasuki perpanjangan dua bulan.

Dalam dua periode pertamanya, Dashti mengatakan, inisiatif tersebut memfasilitasi transportasi sekitar 30,5 juta ton biji-bijian dan produk makanan dari Rusia dan Ukraina ke 45 negara. Pengiriman itu pun menurunkan harga pangan global dan menstabilkan pasar.

Dashti mengatakan, timnya harus mempertimbangkan berbagai tantangan. "Kami, sebagai PBB, dan, tentu saja, tidak melupakan negara tuan rumah, peduli dan bekerja keras hanya untuk meminimalkan salah paham," katanya.

“Sebenarnya intensitas perang memang mempengaruhi kita. Terkadang berbahaya di maritim,” ujar Dashti.

Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iwealae mengatakan, berbagai krisis, termasuk pandemi Covid-19, diperparah oleh konflik di wilayah Laut Hitam dan perang di Ukraina, telah mengakibatkan situasi yang menjurus kepada krisis pangan dan krisis energi. "Saya pikir melihat tingginya harga makanan dan masalah aksesibilitas ke biji-bijian dan pupuk, banyak anggota kami telah menyoroti masalah ini yang belum pernah kami alami sebelumnya," kata kepala WTO itu.

Okonjo-Iwealae menjelaskan, negosiasi pertanian telah berlangsung selama beberapa dekade. WTO mengaku belum membuat terobosan bagi  anggota dari negara berkembang, terutama negara kurang berkembang.

"Sehubungan dengan ketersediaan pangan, kami berada di tempat yang lebih baik dari yang seharusnya," kata Okonjo-Iwealae.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement