Kamis 15 Jun 2023 17:18 WIB

MK: Apa Pun Sistem Pemilu Sama-Sama Timbulkan Politik Uang

Sistem proporsional tertutup picu praktik politik uang di antara elite partai.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra
Foto:

Pertama, partai politik dan para calon anggota DPR, DPRD harus memperbaiki komitmen menjauhi praktik politik uang setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu. 

Kedua, penegakkan hukum menurut MK harus dilaksanakan terhadap setiap pelanggaran Pemilu, khususnya pelanggaran berkenaan politik uang tanpa membeda-bedakan latar belakangnya baik penyelenggara maupun peserta Pemilu.

"Khusus calon anggota DPR, DPRD yang terbukti terlibat dalam praktik politik uang, harus dibatalkan sebagai calon dan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ucap Saldi.

Guna memberi efek jera, MK bahkan mendorong partai politik yang terbukti membiarkan berkembangnya praktik politik uang dapat dijadikan alasan oleh pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik yang bersangkutan.

Ketiga, MK mendorong masyarakat perlu diberikan kesadaran politik untuk tidak menerima praktik politik uang karena merusak prinsip Pemilu demokratis. Menurut MK, peningkatan kesadaran tidak saja menjadi tanggungjawab pemerintah dan negara serta penyelenggara Pemilu, namun juga tanggungjawab kolektif parpol, civil society, dan pemilih.

"Sikap ini pun sesungguhnya merupakan penegasan mahkamah bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali," ujar Saldi. 

Diketahui, sidang perdana perkara sistem Pemilu dengan nomor 114/PUU-XX/2022 itu digelar pada Rabu (23/11/2022) dan sidang terakhir pada Selasa (23/5/2023). Tercatat, MK menggelar 16 kali sidang sejak pemeriksaan pendahuluan sampai ke tahap akhir. Adapun MK memutuskan menolak gugatan tersebut pada hari ini. 

 Sepanjang sidang itu, MK menghadirkan berbagai pihak guna memberi keterangan yaitu DPR, Presiden, Pihak Terkait yang terdiri dari KPU, Fatturrahman dkk, Sarlotha Febiola dkk, Asnawi dkk, DPP Partai Garuda, Hermawi Taslim, Wibi Andrino, DPP PKS, DPP PSI, Anthony Winza Prabowo, August Hamonangan, Wiliam Aditya Sarana, Muhammad Sholeh, DPP PBB, Derek Loupatty, Perludem, Jansen Sitindaon. MK tak lupa menyimak keterangan para ahli yang diajukan Pemohon, Perludem, Derek Loupatty, Partai Garuda, dan Partai Nasdem.

Gugatan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan oleh pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono beserta lima koleganya. Mereka keberatan dengan pemilihan anggota legislatif dengan sistem proporsional terbuka pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan eks Wamenkumham Denny Indrayana sempat menyatakan ada kemungkinan pelaksanaan Pemilu 2024 tertunda apabila MK memutuskan penggunaan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai.

Gugatan ini mendapat sorotan publik karena Denny membocorkan putusannya akan berupa proporsional tertutup. Padahal tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan dengan menggunakan sistem proporsional terbuka.  Lewat putusan ini, MK sekaligus membantah bocoran putusan yang pernah dilontarkan Denny Indrayana tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement