Selasa 20 Jun 2023 18:23 WIB

Alasan Eksekutif Mahasiswa UB Kritik Titel Kampus Pencegah Kekerasan Seksual Terbaik

EM UB mengeklaim menemukan banyak kasus kekerasan seksual yang mangkrak sejak 2022.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fernan Rahadi
 Universitas Brawijaya (UB) Malang
Foto: Dokumen
Universitas Brawijaya (UB) Malang

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) telah menyampaikan kritik atas penghargaan yang diterima UB sebagai kampus pelaksana program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) terbaik. Kritikan ini dituding menjadi salah satu penyebab tindakan pembekuan atau penghambatan program-program EM UB oleh Wakil Rektor III.

Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan EM UB, Fadhilah Rahmah mengungkapkan, kekerasan seksual merupakan salah satu permasalahan berkarat di UB yang tiada akhirnya. Dari berbagai regulasi dan kebijakan yang menjadi payung hukum, kata dia, nyatanya tidak tajam dalam menebas kecacatan. Hal ini terutama dalam penanganan kekerasan seksual dan perundungan yang ada di kampus.

Baca Juga

Belum lama salah satu badan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di UB mendapatkan penghargaan 'terbaik'. Ia menilai, prestasi baru ini seharusnya bisa menjadi jawaban bagi keresahan publik. "Terutama tentang bagaimana transparansi dari penanganan kasus kekerasan seksual yang mengarat lama di lingkup kampus," katanya saat dikonfirmasi Republika, Selasa (20/6/2023).

Dia berharap besar pihak pemegang amanah birokrasi dapat segera memaksimalkan fungsi adanya komisi etik dan Unit Layanan Terpadu Kekerasan Seksual dan Perundungan (ULTKSP) yang berpihak pada korban. Dalam hal ini bukan menjadikannya sebuah bumerang. Apalagi pihaknya menemukan banyak kasus kekerasan seksual yang mangkrak sejak 2022 hingga sekarang.

Selain itu, ia turut menyinggung adanya oknum yang memiliki kewenangan terlibat dalam penanganan kekerasan seksual. Oknum tersebut diduga telah menghambat dan membungkam korban selama proses pemeriksaan. 

Menurut dia, situasi tersebut turut menyeret pihak lain dari korban hingga ancaman dipidanakan yang dilontarkan kepada Presiden BEM. "Hasil penutupan kasus secara paksa tersebut menyebabkan sang korban merasa dicederai haknya sebagai mahasiswa yang mencari perlindungan dan keadilan," ucapnya.

Merujuk hal tersebut, EM UB mendorong kampus dapat berbenah diri terhadap sistem, regulasi dan pengimplementasian yang nyata. Kemudian juga mendorong 'oknum' tersebut untuk mengintropeksi diri dalam mengambil sikap. 

Pada kesempatan lain, Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kewirausahaan Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB), Setiawan Noerdajasakti  mengklaim tidak ada kasus kekerasan seksual di kampusnya. Semua mahasiswa UB dipastikan bersikap baik karena sejak awal telah mendapatkan bekal, pendidikan dan mental kebangsaan. "Di sini norma etika dan lain-lain sudah ditanamkan. Insya Allah semua mahasiswa kita baik," jelasnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement