REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejumlah lembaga yang terdiri atas Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), YLBHI, KIKA Kaltim-Kaltara, Saksi UNMUL Kaltim, Amnesty Indonesia, AJI Malang, WALHI Jatim dan Aksi Kamisan Kaltim dan Klub Pemerhati Ilmu Sosial (KPIS) memberikan pernyataan bersama terkait kondisi yang dialami Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB). Pernyataan itu juga disampaikan oleh 32 aktivis dan akademisi dari berbagai wilayah termasuk dosen dari UB.
Dosen dari Fakultas Hukum UB Dhia Al Uyun menilai berbagai upaya pemanggilan dan pembekuan kegiatan EM UB yang dilakukan oleh Wakil Rektor (Warek) III UB merupakan bentuk represivitas untuk membungkam kritik mahasiswa. EM UB telah melakukan sejumlah aksi demonstrasi seperti pemberian gelar doktor kehormatan oleh UB kepada Menteri BUMN, Program Mahasiswa Membangun Desa, Womens Day-anti kekerasan seksual, serta tragedi Kanjuruhan.
"Aksi ini sebenarnya menjadi fungsi bagi mahasiswa untuk peduli, aktif dan bersuara pada situasi-situasi kemanusiaan," kata Dhia saat dikonfirmasi Republika, Rabu (21/6/2023).
Tindakan represif yang terjadi pada EM UB diiringi dengan pembekuan berbagai pendanaan proposal. Berdasarkan laporan yang diterima, setidaknya terdapat 16 kegiatan yang tidak dapat berjalan atau berjalan dengan dana pribadi mahasiswa. Kondisi ini realisasi ancaman Warek III untuk tidak berdemo di UB maupun di luar UB dalam pertemuan 5 Juni 2023.
Dhia menyayangkan adanya kondisi tersebut mengingat budaya kritik merupakan cara-cara melaksanakan kebebasan akademik. Itu artinya cara-cara akademik tersebut tidak boleh dibatasi melalui pendisiplinan. Apalagi kritik termasuk bagian dari kebebasan akademik, bahkan UU Nomor 9 Tahun 1998 menjamin bahwa aksi demo bukan larangan negara.
Merujuk hal tersebut, Dhia bersama sejumlah lembaga dan aktivis serta akademisi menyatakan, upaya pembungkaman yang dilakukan oleh Warek III UB termasuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kebebasan akademik. Mereka juga mendukung upaya EM untuk menagih komitmen Warek III. Hal ini terutama untuk menjamin kebebasan akademik di lingkungan kampus.
Selain itu, pihaknya juga mendorong rektor, senat dan Majelis Wali Amanat UB untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam menjamin kebebasan akademik. Lalu mendorong masyarakat sipil untuk turut bersolidaritas dalam penciptaan budaya dan integritas kampus di Indonesia.