REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Amerika Serikat berencana memberlakukan pembatasan dan sanksi baru pada pekan ini, kepada bank-bank milik pemerintah Junta militer Myanmar. Sanksi Baru ini untuk memutus bantuan keuangan kepada pemerintahan junta militer, menurut sumber-sumber yang mendapatkan informasi soal masalah ini dan media-media di Thailand.
Berbagai laporan media Thailand, yang diterbitkan pada Selasa (20/6/2023), mengatakan Washington akan mengumumkan sanksi-sanksi baru terhadap bank milik pemerintah junta, yakni Myanmar Foreign Trade Bank dan Myanmar Investment and Commercial Bank. Sanksi paling cepat dilakukan pada Rabu (21/6/2023).
Dua orang sumber yang mengetahui persoalan ini mengatakan kepada Reuters bahwa laporan tersebut akurat. Kedutaan Besar AS di Thailand mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Amerika Serikat terus mencari cara untuk mendorong akuntabilitas, atas kudeta dan kekerasan yang terkait. Termasuk upaya untuk memblokir dana pemasukan bagi rezim tersebut.
"Tujuan kami dalam penunjukan (sanksi) ini adalah untuk membatasi akses rezim terhadap dolar AS, dan untuk mendorong akuntabilitas rezim yang terus melakukan tindakan kekerasan yang mengerikan," ujar sumber Reuters tersebut.
Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya telah memberlakukan beberapa putaran sanksi terhadap para pemimpin militer Myanmar, sejak mereka merebut kekuasaan dalam kudeta pada tahun 2021. Pihak junta militer menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi dan menewaskan ribuan penentangnya dalam tindakan kekerasan
Juru bicara junta militer Myanmar mengatakan bahwa mereka tidak khawatir dengan sanksi-sanksi baru dari AS tersebut. Zaw Min Tun mengatakan kepada saluran media lokal pemerintah MWD pada Selasa (20/6/2023) malam, bahwa negara ini telah mengalami sanksi-sanksi sebelumnya.