Kamis 22 Jun 2023 02:00 WIB

AS akan Jatuhkan Sanksi Baru Terhadap Bank Milik Junta Myanmar

AS juga berupaya memblokir dana pemasukan bagi rezim junta Myanmar.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing (kiri) tiba di Jakarta untuk mengikuti pertemuan pemimpin ASEAN membahas krisis politik dan kemanusiaan di negaranya. (Foto Sekretariat Presiden - Anadolu Agency)
Foto: Anadolu
Pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing (kiri) tiba di Jakarta untuk mengikuti pertemuan pemimpin ASEAN membahas krisis politik dan kemanusiaan di negaranya. (Foto Sekretariat Presiden - Anadolu Agency)

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Amerika Serikat berencana memberlakukan pembatasan dan sanksi baru pada pekan ini, kepada bank-bank milik pemerintah Junta militer Myanmar. Sanksi Baru ini untuk memutus bantuan keuangan kepada pemerintahan junta militer, menurut sumber-sumber yang mendapatkan informasi soal masalah ini dan media-media di Thailand.

Berbagai laporan media Thailand, yang diterbitkan pada Selasa (20/6/2023), mengatakan Washington akan mengumumkan sanksi-sanksi baru terhadap bank milik pemerintah junta, yakni Myanmar Foreign Trade Bank dan Myanmar Investment and Commercial Bank. Sanksi paling cepat dilakukan pada Rabu (21/6/2023).

Baca Juga

Dua orang sumber yang mengetahui persoalan ini mengatakan kepada Reuters bahwa laporan tersebut akurat. Kedutaan Besar AS di Thailand mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Amerika Serikat terus mencari cara untuk mendorong akuntabilitas, atas kudeta dan kekerasan yang terkait. Termasuk upaya untuk memblokir dana pemasukan bagi rezim tersebut.

"Tujuan kami dalam penunjukan (sanksi) ini adalah untuk membatasi akses rezim terhadap dolar AS, dan untuk mendorong akuntabilitas rezim yang terus melakukan tindakan kekerasan yang mengerikan," ujar sumber Reuters tersebut.

Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya telah memberlakukan beberapa putaran sanksi terhadap para pemimpin militer Myanmar, sejak mereka merebut kekuasaan dalam kudeta pada tahun 2021. Pihak junta militer menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi dan menewaskan ribuan penentangnya dalam tindakan kekerasan

Juru bicara junta militer Myanmar mengatakan bahwa mereka tidak khawatir dengan sanksi-sanksi baru dari AS tersebut. Zaw Min Tun mengatakan kepada saluran media lokal pemerintah MWD pada Selasa (20/6/2023) malam, bahwa negara ini telah mengalami sanksi-sanksi sebelumnya.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement