REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Kenya sedang menggodok undang-undang anti-gay. Rancangan Undang-Undang (RUU) anti-gay Kenya sedang diperiksa oleh komite parlemen, yang kemudian dapat merujuknya ke majelis penuh untuk pemungutan suara.
Dalam debat di parlemen yang diprakarsai oleh seorang anggota parlemen, Mohammad Ali pada Maret membahas tentang apakah akan melarang publikasi yang mempromosikan hubungan sesama jenis. Ketika itu, lebih dari 20 anggota parlemen menentang hak-hak LGBT dan tidak ada yang mendukung. Beberapa anggota parlemen menyerukan undang-undang untuk memperkuat hukuman untuk tindakan sesama jenis, termasuk wakil pemimpin mayoritas, yang mengatakan seks gay dapat dihukum gantung.
Presiden William Ruto, seorang Kristen evangelis, mengkritik keputusan Mahkamah Agung yang mengizinkan kelompok hak asasi LGBT untuk mendaftar sebagai organisasi non-pemerintah. “Kita tidak bisa menempuh jalan perempuan menikah dengan sesama perempuan dan laki-laki menikah dengan sesama laki-laki,” ujar Ruto saat itu.
Undang-undang Kenya yang diusulkan mencerminkan tingkat kesepakatan dan koordinasi yang signifikan tentang kebijakan anti-gay antara anggota parlemen di seluruh wilayah. Beberapa kejahatan baru muncul dalam undang-undang Uganda dan undang-undang Kenya yang diusulkan, termasuk pelanggaran homoseksualitas, mempromosikan homoseksualitas, dan mengizinkan seks gay di properti Anda, yang dapat menyeret tuan tanah ke ranah hukum. Hukuman yang dijatuhkan atas pelanggaran itu yaitu hukuman penjara masing-masing setidaknya 10 tahun dan lima tahun.
Anggota parlemen Peter Kaluma, yang merupakan penulis RUU anti-gay Kenya, mengatakan, dorongan untuk meloloskan undang-undang serupa dengan Uganda sebagian dimotivasi oleh solidaritas dengan negara tetangganya. Mereka telah menghadapi kritik Barat atas undang-undang anti-gay. Bahkan Amerika Serikat memberlakukan pembatasan visa pada beberapa pejabat Uganda.
"Di seluruh benua kami ingin memiliki undang-undang ini. Jika mereka akan memberikan sanksi kepada Uganda, biarkan mereka memberikan sanksi kepada seluruh Afrika," ujar Kaluma.
Kaluma mengatakan, undang-undang yang diusulkan dipengaruhi oleh diskusi pada konferensi yang diselenggarakan anggota parlemen Uganda pada Maret di Kota Entebbe. Kaluma mengatakan, anggota parlemen dari beberapa negara Afrika membahas penguatan undang-undang anti-LGBT.
Konferensi tentang nilai-nilai dan kedaulatan keluarga Afrika tersebut, dihadiri sekitar 80 anggota parlemen dari 14 negara. Para delegasi menyerukan tindakan terhadap berbagai isu mulai dari eksploitasi seksual anak-anak hingga pornografi. Mereka mendesak negara-negara untuk melarang intervensi medis transgender, dan membuat donor asing berjanji bahwa tidak ada dana mereka yang akan digunakan untuk "aborsi, pendidikan seksualitas komprehensif dan/atau agenda LGBTQ+.
Anggota parlemen Kenya, Ali tidak percaya gay ada di Afrika...