REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta tetap menghukum mantan kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara dengan pidana penjara 17 tahun. PT DKI Jakarta memutuskan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) atas permohonan banding yang diajukan oleh Dody.
Atas putusan tersebut, Dody Prawiranegara tetap dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum. Yakni menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika jenis sabu yang diatur Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Memutuskan, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 97/Pid.sus/2023/PN Jakarta Barat yang dimintakan banding," hakim ketua Mohammad Lutfi dalam agenda pembacaan putusan banding pada Kamis (6/7/2023).
Dalam perkara ini, Sumpeno, Sirende Palayukan, Teguh Harianto, dan Yahya Syam bertindak sebagai hakim anggota. Sidang tersebut baru digelar pada siang hari meski diagendakan mulai pada pagi ini.
Dody Prawiranegara dan tim kuasa hukumnya tidak menunjukkan batang hidungnya dalam sidang banding itu. Berikutnya, Majelis Hakim lantas memerintahkan supaya Dody tetap ditahan.
Sebelumnya, Majelis Hakim PN Jakbar menjatuhkan vonis 17 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar kepada Dody Prawiranegara. Vonis ini lebih ringan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta Dody dihukum 20 tahun penjara serta denda Rp 2 miliar. Jika Dody tidak bisa segera membayar denda Rp 2 miliar itu maka Dody harus menggantinya dengan kurungan badan selama enam bulan penjara.
Hal memberatkan Dody yaitu menukar dan menjadi perantara dalam jual beli narkotika jenis sabu. Padahal Dody merupakan anggota kepolisian RI dengan jabatan Kapolres Bukittinggi, Sumatera Barat.
Selain itu, Dody dinilai tidak mencerminkan aparat penegak hukum yang baik di masyarakat. Perbuatan Dody dinilai telah merusak kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum di institusi Polri yang jumlahnya 400 ribu personel. Dody juga tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika.