REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat suara soal rencana pertemuan komunitas LGBT seluruh ASEAN di Jakarta. Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, meminta pemerintah mengantisipasi rencana pertemuan itu.
Ia menegaskan, harus bisa dipastikan kebenaran kabar rencana pertemuan aktivis-aktivis LGBT itu. Abbas menekankan, pemerintah bisa melanggar ketentuan yang ditetapkan konstitusi jika pertemuan itu diizinkan.
"Terutama, pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Abbas, Selasa (11/7).
Maka itu, ia menerangkan, sebagai konsekuensi logis dari pasal tersebut, pemerintah tidak boleh memberi izin. Atas suatu kegiatan yang dilakukan di negeri ini dan bertentangan dengan nilai-nilai dari ajaran agama.
Apalagi, Abbas menekankan, dari enam agama yang diakui di negeri ini tidak ada satupun dari agama-agama tersebut yang menolerir praktek LGBT. Baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, maupun Konghucu.
"Untuk itu, MUI mengingatkan dan mengimbau pihak pemerintah agar jangan memperkenankan dan memberi izin terhadap diselenggarakannya acara tersebut," ujar Abbas.
Sebelumnya, kabar rencana pertemuan aktivis-aktivis LGBT se-ASEAN di Jakarta beredar luas di media sosial. Acara disebut diorganisasi oleh ASEAN Sogie Caucus, organisasi di bawah Dewan Ekonomi dan Sosial PBB.
Mereka menggandeng Arus Pelangi dan Forum Asia. Bahkan, akun Instagram Sogie Caucus sudah mengundang aktivis-aktivis LGBT yang berbasis di Malaysia, Thailand, Laos, Singapura, dan lain-lain untuk berkumpul Juli.
Pertemuan bertajuk ASEAN Queer Advocacy Week (AAW). Panitia acara ini memang tidak menyebutkan lokasi tepatnya kegiatan. Namun, mereka telah memberikan informasi apa saja kegiatan yang dilakukan selama lima hari.