Rabu 19 Jul 2023 15:29 WIB

Korea Utara Bungkam Soal Laporan Hilangnya Tentara AS di Perbatasan Korea

Tentara AS ini hilang setelah mengikuti tur di desa perbatasan Panmunjom.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Seorang prajurit tentara Korea Selatan berpatroli di Jembatan Unifikasi, yang mengarah ke desa perbatasan Panmunjom di Zona Demiliterisasi di Paju, Korea Selatan. Selasa, 16 Juni 2020
Foto: AP/Ahn Young-joon
Seorang prajurit tentara Korea Selatan berpatroli di Jembatan Unifikasi, yang mengarah ke desa perbatasan Panmunjom di Zona Demiliterisasi di Paju, Korea Selatan. Selasa, 16 Juni 2020

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara bungkam dengan laporan hilangnya seorang anggota militer Amerika Serikat (AS) saat melintasi perbatasan Korea. Prajurit Kelas II, Travis King hilang setelah mengikuti tur di desa perbatasan Panmunjom. 

King adalah orang Amerika pertama yang diketahui ditahan di Korea Utara dalam hampir lima tahun. “Kemungkinan Korea Utara akan menggunakan prajurit itu untuk tujuan propaganda dalam jangka pendek dan kemudian sebagai alat tawar-menawar dalam jangka menengah hingga jangka panjang,” kata Presiden Universitas Kajian Korea Utara di Korea Selatan, Yang Moo-jin.

Baca Juga

King (23 tahun) adalah pengintai kavaleri di Divisi Lapis Baja ke-1 yang telah menjalani hampir dua bulan di penjara Korea Selatan karena penyerangan. Dia dibebaskan pada 10 Juli dan dipulangkan pada Senin (16/7/2023) ke Fort Bliss, Texas unttuk menghadapi disiplin militer tambahan dan pemecatan dari dinas.

King dikawal sampai bea cukai tetapi meninggalkan bandara sebelum menaiki pesawatnya.  Tidak diketahui bagaimana dia dapat bergabung dengan tur Panmunjom dan melintasi perbatasan pada Selasa (17/7/2023) sore. Angkatan Darat mengkonfirmasi hilangnya King dan memberikan dan informasi terbatas.  Ibu King mengatakan kepada ABC News bahwa dia terkejut ketika mendengar putranya telah menyeberang ke Korea Utara.

"Saya tidak bisa melihat Travis melakukan hal seperti itu," kata Claudine Gates, dari Racine, Wisconsin.

Gates mengatakan, Angkatan Darat pada Selasa pagi memberikan informasi tentang putranya yang masuk ke Korea Utara. Gates terakhir kali mendengar kabar dari putranya beberapa hari yang lalu. Ketika itu King mengatakan kepada ibunya bahwa dia akan segera kembali ke Fort Bliss. Gates menambahkan, King mengatakan bahwa dia ingin pulang.

Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan, Pemerintah AS bekerja sama dengan rekan-rekannya di Korea Utara untuk menyelesaikan insiden ini.  Komando PBB yang dipimpin Amerika mengatakan, seorang tentara AS diyakini berada dalam tahanan Korea Utara.

"Kami sedang memantau dan menyelidiki situasinya dengan cermat.  Ini akan berkembang dalam beberapa hari dan jam ke depan, dan kami akan mengabari Anda," ujar Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin.

Tidak diketahui bagaimana AS dan Korea Utara, yang tidak memiliki hubungan diplomatik, akan mengadakan pembicaraan.  Di masa lalu, Swedia, yang memiliki kedutaan besar di Pyongyang, menyediakan layanan konsuler bagi orang Amerika yang ditahan di Korea Utara.  Tetapi staf diplomatik kedutaan Swedia dilaporkan belum kembali ke Korea Utara sejak negara itu memberlakukan penguncian Covid-19 pada awal 2020 dan memerintahkan semua orang asing keluar dari Pyongyang.

Beberapa pengamat mengatakan, Korea Utara dan AS masih dapat berkomunikasi melalui Panmunjom atau misi Korea Utara di PBB di New York. Kasus warga Amerika atau Korea Selatan yang membelot ke Korea Utara jarang terjadi. Tercatat lebih dari 30.000 warga Korea Utara telah melarikan diri ke Korea Selatan untuk menghindari penindasan politik dan kesulitan ekonomi sejak akhir Perang Korea 1950-53.

Mantan menteri di Kedutaan Besar Korea Utara di London, Tae Yongho mengatakan, Korea Utara kemungkinan besar senang memiliki kesempatan untuk membuat AS kehilangan muka. Karena penyeberangan King terjadi pada hari yang sama saat kapal selam AS tiba di Korea Selatan. Tae, yang sekarang menjadi anggota parlemen Korea Selatan mengatakan, Korea Utara kemungkinan besar tidak akan mengembalikan King karena dia adalah seorang prajurit dari negara yang secara teknis berperang dengan Korea Utara.

Panmunjom terletak di dalam Zona Demiliterisasi (DMZ) sepanjang 248 kilometer dan telah diawasi bersama oleh Komando PBB dan Korea Utara sejak didirikan pada akhir Perang Korea.  Pertumpahan darah kadang-kadang terjadi di sana, tetapi wilayah ini juga menjadi ajang diplomasi dan pariwisata.

Panmunjom dikenal dengan gubuk birunya yang mengangkangi lempengan beton yang membentuk garis demarkasi. Keunikan ini membuat Panmunjom menarik pengunjung dari kedua belah pihak yang ingin melihat perbatasan terakhir Perang Dingin. Tidak ada warga sipil yang tinggal di Panmunjom. 

Tur ke sisi selatan desa dilaporkan menarik sekitar 100.000 pengunjung setahun sebelum pandemi virus corona. Tur kembali dibuka secara penuh pada tahun lalu. Sejumlah kecil tentara AS yang pergi ke Korea Utara selama Perang Dingin. Salah satunya Charles Jenkins, yang meninggalkan pos militernya di Korea Selatan pada 1965 dan melarikan diri melintasi DMZ.  Dia muncul dalam film propaganda Korea Utara dan menikah dengan seorang mahasiswa perawat Jepang yang diculik dari Jepang oleh agen Korea Utara.  Dia meninggal di Jepang pada 2017.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa warga sipil Amerika telah ditangkap di Korea Utara karena dugaan spionase, subversi, dan tindakan anti-negara lainnya, tetapi dibebaskan setelah AS mengirim misi profil tinggi untuk mengamankan kebebasan mereka. Pada Mei 2018, Korea Utara membebaskan tiga tahanan Amerika yang kembali ke Amerika Serikat dengan pesawat bersama Menteri Luar Negeri Mike Pompeo selama periode hubungan hangat yang singkat.  Kemudian pada 2018, Korea Utara mengatakan telah mengusir warga Amerika, Bruce Byron Lowrance.  Sejak itu, tidak ada laporan tentang orang Amerika lainnya yang ditahan di Korea Utara.

Namun nasib orang-orang yang dibebaskan itu sangat kontras dengan nasib Otto Warmbier. Warmbier adalah seorang mahasiswa Amerika yang meninggal pada 2017. Dia meninggal dunia  beberapa hari setelah dibebaskan oleh Korea Utara dalam keadaan koma setelah 17 bulan ditahan.

Amerika Serikat, Korea Selatan, dan negara lainnya menuduh Korea Utara menggunakan tahanan asing untuk merebut konsesi diplomatik.  Beberapa orang asing yang pernah ditahan di Korea Utara mengatakan, mereka dipaksa mengaku bersalah saat dalam tahanan. 

Sean Timmons, mitra pengelola di firma hukum Tully Rinckey, yang berspesialisasi dalam kasus hukum militer, mengatakan, jika King mencoba menampilkan dirinya sebagai pembelot yang melarikan diri dari penindasan atau penganiayaan politik, maka akan bergantung pada kepemimpinan Korea Utara untuk memutuskan apakah King bisa tinggal di negara tersebut. Dia mengatakan, nasib King tergantung pada keputusan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.

"Tergantung keinginan kepemimpinan mereka, apa yang ingin mereka lakukan,” kata Timmons. 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement