REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Ada kemauan politik yang terbatas di Swedia untuk melarang pembakaran Alquran yang telah mengganggu sebagian besar dunia Muslim. Namun upaya untuk melarang pembakaran kitab suci itu akan rumit, bahkan jika mendapatkan dukungan.
Undang-undang Swedia, dan tradisi sosial membuat insiden pembakaran kitab suci tidak mungkin dihentikan dalam waktu dekat. Pengadilan Swedia telah memutuskan bahwa polisi tidak dapat menghentikan pembakaran kitab suci. Dua insiden penistaan terhadap Alquran diyakini telah dilindungi oleh undang-undang kebebasan berbicara yang luas dari konstitusi Swedia.
Mengubah konstitusi itu tidak mudah. Butuh proses panjang melalui pemungutan suara di parlemen, kemudian pemilihan umum, dan pemungutan suara lagi di parlemen. Kendati demikian, pemerintahan Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson mengatakan, mereka akan memeriksa apakah ada alasan untuk mengubah Undang-Undang Ketertiban Umum sehingga memungkinkan polisi menghentikan pembakaran Alquran, di tengah kekhawatiran keamanan nasional.
Isu pembakaran Alquran berpotensi membahayakan aksesi Swedia ke NATO. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan sebelumnya telah memperingatkan bahwa Swedia tidak akan diterima ke dalam aliansi NATO jika masih mendukung pembakaran Alquran.
Organisasi Kerja Sama Islam yang beranggotakan 57 negara memperkenalkan resolusi yang disahkan di Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada 12 Juli. Resolusi itu menyerukan negara-negara untuk meninjau kembali undang-undang mereka yang mencegah penuntutan atas dasar kebencian agama.
Wakil Perdana Menteri Swedia, Ebba Busch dari Demokrat Kristen awal bulan ini mengatakan, Swedia menentukan undang-undangnya sendiri dan tidak akan dipengaruhi oleh agama atau undang-undang negara lain.
"Swedia tidak memunggungi Islamisme. Membakar kitab suci itu tercela tapi tidak ilegal," ujar Busch.
Perubahan undang-undang untuk melarang pembakaran Alquran atau kitab suci agama apapun tidak mungkin disahkan. Karena pemerintah minoritas bergantung pada dukungan Demokrat Swedia, partai terbesar kedua di parlemen setelah pemilu tahun lalu, yang anti-imigran dan kritis terhadap Islam.
"Demokrat Swedia belum mempertimbangkan untuk memperkenalkan undang-undang semacam itu di Swedia, kami juga tidak bermaksud untuk mendukung undang-undang semacam itu jika diajukan di parlemen," kata Sekretaris Partai Demokrat Swedia, Richard Jomshof.
Pembakaran Alquran diizinkan di Swedia, Denmark, dan Norwegia. Tetapi di negara tetangga, Finlandia penodaan kitab suci di depan umum adalah ilegal. Swedia memiliki undang-undang serupa tetapi menghapusnya pada 1970-an.
Swedia memiliki undang-undang yang melarang ujaran kebencian terhadap kelompok etnis, nasional dan agama serta orang-orang atas dasar orientasi seksual. Namun, pembakaran kitab suci sejauh ini tidak memenuhi syarat sebagai ujaran kebencian tetapi dianggap sebagai kritik yang dapat diterima.
Wartawan dan pakar kebebasan berbicara, Nils Funcke mengatakan perubahan Undang-Undang Ketertiban Umum seperti yang diperdebatkan oleh pemerintah akan sangat sulit untuk diperkenalkan. Hal ini kemungkinan akan bertentangan dengan kebebasan berkumpul yang dilindungi undang-undang Swedia.
"Semoga beruntung menulis undang-undang seperti itu. Tidak akan banyak demonstrasi tersisa jika kita mendengarkan ancaman dari organisasi ekstremis di negara-negara seperti Iran atau Irak," kata Funcke kepada Reuters.
"Dan bagaimana Anda bisa melakukan demonstrasi menentang seseorang seperti (Presiden Rusia Vladimir) Putin? Itu pasti akan membahayakan keselamatan Swedia," ujar Funcke.
Jajak pendapat Gallup pada 2022 menemukan bahwa, Swedia adalah negara di dunia dengan persentase penduduk tertinggi yang menyatakan mereka tidak percaya pada Tuhan. Swedia menghapus undang-undang yang melarang orang mengkritik atau mengejek agama dan keluarga kerajaan pada 1970-an.
"Ini adalah tradisi kami. Argumennya adalah tidak ada alasan bagi agama untuk bebas dari kritik ketika semua bidang masyarakat lainnya dapat didiskusikan dengan bebas,” kata Funcke.