REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan kepastian pemerintah menyetop ekspor gas alam cair (LNG) akan ditentukan dalam rapat dengan Presiden Joko Widodo.
Ditemui seusai penandatanganan Impelementing Arrangement (IA) UK PACT Carbon Pricing di Jakarta, Senin (24/7/2023), Luhut mengatakan, penghentian ekspor akan diberlakukan bagi kontrak-kontrak yang telah selesai. "Ya nanti kalau kontrak-kontrak yang sudah selesai, kita tidak perpanjang, tapi nanti tunggu rapat dengan Presiden," kata dia.
Luhut mengemukakan penghentian ekspor LNG dilakukan agar gas yang ada di dalam negeri bisa diolah terlebih dahulu. Namun, ia memastikan pemerintah tetap menghormati kontrak-kontrak yang telah diteken sehingga larangan ekspor hanya berlaku bagi kontrak baru.
"Jadi, ini semua gas kita yang bisa kita downstreaming di industri, kenapa mesti diekspor? Kan kita selama ini ekspor LNG, kita impor lagi LPG, kenapa enggak kita buat dalam negeri? Tapi, kita akan menghormati semua kontrak yang ada. Tapi, selesai kontrak itu tidak ada kontrak baru lagi seperti itu," kata Luhut menjelaskan.
Ia pun tidak bisa memastikan kapan rencana penghentian ekspor dilakukan. Pasalnya, kontrak jual beli gas memiliki tenor waktu yang berbeda.
Ia hanya menegaskan bahwa pemerintah fokus untuk mendorong hilirisasi di semua sektor, termasuk gas. "Ya kita enggak tahu kontrak-kontraknya itu macam macam. Tapi, yang ada sekarang semua kita bikin downstreaming industri karena itu ada value added buat negeri ini," ujarnya.
Luhut juga menambahkan bahwa pemerintah akan mempertimbangkan untuk tidak memperpanjang kontrak ekspor gas ke depannya. "Ya kita akan mempertimbangkan untuk tidak lagi," kata Luhut.
Sebelumnya, Luhut mengatakan pemerintah akan melarang ekspor gas alam cair (LNG) agar bisa membangun industri di dalam negeri. Luhut mengatakan pemerintah ingin menggunakan pasokan gas alam untuk kebutuhan domestik. Ia menyatakan saat ini kebutuhan dalam negeri tinggi untuk produksi metanol hingga petrokimia.
Ia juga menjelaskan saat ini Indonesia masih mengimpor petrokimia. Oleh karena itu, pemerintah tengah mendorong terbangunnya industri petrokimia di Kalimantan Utara (Kaltara).