REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, meminta masyarakat lebih waspada dengan adanya perubahan iklim. Menurut dia, sektor pertanian menjadi sektor paling terdampak serius dari perubahan iklim.
Dijelaskan, pola perubahan curah hujan dan kenaikan suhu udara hingga banjir maupun kekeringan, menyebabkan produksi pertanian menurun signifikan. "Dampak perubahan iklim yang demikian besar memerlukan upaya aktif untuk mengantisipasinya melalui strategi mitigasi dan adaptasi. Jika tidak, maka ketahanan pangan nasional akan terancam," kata Dwikorita, Selasa (1/8/2023).
Menurutnya, sebagai ujung tombak pertanian, maka petani harus memiliki bekal ilmu pengetahuan untuk dapat memahami fenomena cuaca dan iklim beserta perubahannya. “Dengan mengetahui lebih dini, petani dapat melakukan perencanaan mulai dari penyesuaian waktu tanam, penggunaan varietas unggul tahan kekeringan, pengelolaan air, dan lain sebagainya," ujarnya.
Sebelumnya, Dwikorita menuturkan, kondisi El Nino yang disertai Indian Ocean Dipole (IOD) positif di musim kemarau kali ini, cenderung di situasi moderat ke lemah. Alhasil, pengaruh ke Indonesia dibanding wilayah lain yang terdampak cenderung paling lemah mengingat kepemilikan lautan yang lebih luas.
“Tapi, karena dua-duanya (El Nino-IOD) berperan bersama, maka dikhawatirkan kemarau ini relatif lebih kering dibanding kemarau tahun lalu 2022, kemarau 2021 dan kemarau 2020,” jelasnya.
Ia menegaskan, kondisi El Nino yang menyebabkan kondisi Indonesia lebih kering perlu diwaspadai. Apalagi, sebagian wilayah Indonesia sudah memasuki dampak El Nino di Juli dan lebih semakin parah hingga Oktober.
“Saat ini 63 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Jadi kalau di Kalimantan masih hijau, masih hujan, ini mohon berkah ini, jadi kalimantan ini sebagian beberapa provinsi beberapa provinsi ini masih hujan, mohon dilakukan pemanenan hujan,” kata dia.