REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (UUS). POJK ini merupakan peraturan pelaksana dari UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) terkait persyaratan pemisahan UUS dari induknya atau spin off.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan, aturan ini dimaksudkan agar ada bank syariah yang memiliki skala yang sama dengan Bank Syariah Indonesia (BSI). Ini karena spin off dimaksudkan untuk mengakselerasi pengembangan perbankan syariah ke depan.
"Setelah kehadiran BSI, OJK tidak ingin BSI jadi dominan. Ini tidak sehat. Sehingga saya rencananya membentuk dua hingga tiga bank dengan skala yang sama. Kita dorong, kalau tidak bisa ya kita paksa. Di UU ada," ujar Dian Ediana Rae saat ditemui di BPR Syariah Summit 2023 di Yogyakarta, Jumat (4/8/2023).
Dian menjelaskan, dalam aturan di POJK tersebut tidak ditetapkan jangka waktu spin off melainkan ditetapkan parameter kapan UUS harus spin off. Ketentuannya, apabila UUS telah memiliki 50 persen dari total aset induknya dan/atau Rp 50 triliun total aset yang dicapai, mereka bisa mengajukan untuk spin off dalam jangka waktu paling lambat 2 tahun ke depan.
Menurut Dian, OJK masih mengkaji UUS mana saja yang dapat melakukan spin off dalam waktu dekat. Saat ini, UUS Bank CIMB Niaga merupakan yang masuk kriteria untuk spin off dengan total asetnya yang sudah melebihi Rp 50 triliun yakni Rp 66,14 triliun per Juni 2023. Namun, Dian enggan mengakui bahwa saat ini CIMB Niaga Syariah masuk dalam radar spin off OJK.
Selain CIMB Niaga, Maybank juga memiliki UUS yang berukuran jumbo dengan total aset Rp 43,29 triliun. Dengan asumsi dua hingga tiga tahun ke depan total asetnya bertambah Rp 7 triliun, maka bank ini pun masuk kriteria untuk berubah menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
"Sedang kita pelajari karena saya kira akan berdampak juga pada berbagai hal terkait persiapan mereka. Kita akan mencoba merumuskan dulu dan mendiskusikan dengan mereka," tutur Dian.
Ia mengungkapkan, upaya-upaya tersebut kemungkinan dilakukan bersamaan dengan upaya untuk melakukan konsolidasi BPRS. Salah satu upaya konsolidasi juga di dalam konteks terkait BPRS yang dimiliki oleh pemda. Menurut Dian, OJK menilai bahwa lebih bagus tidak mengkonversi Bank Pembangunan Daerah (BPD), tetapi lebih baik memiliki Bank Umum Syariah (BUS) sendiri.
"Seperti Jabar contoh bagusnya. BJB dan BJB Syariah sama-sama kuat. Kalau konversi banyak sekali menimbulkan kontroversi di daerah," katanya.