REPUBLIKA.CO.ID, MALE -- Mahkamah Agung Maladewa mengkonfirmasi pada Ahad (6/8/2023), bahwa mantan Presiden Abdulla Yameen Abdul Gayoom yang telah dipenjara, tidak dapat mengikuti pemilihan presiden pada bulan September 2023 mendatang.
Keputusan ini merupakan kemunduran bagi Partai Progresif Maladewa (PPM), yang mendeklarasikan Yameen sebagai kandidatnya, sebelum vonis bersalah pada bulan Desember tahun lalu. Yameen dipenjara atas tuduhan korupsi dan pencucian uang, hingga suap dari sebuah perusahaan swasta ketika ia masih menjabat sebagai presiden.
Partai ini minggu lalu menggugat Komisi Pemilihan Umum Maladewa, yang memblokir pencalonannya karena ia sedang menjalani hukuman penjara 11 tahun. Alasan dia, komisi tersebut telah salah menafsirkan prasyarat konstitusional untuk calon presiden.
Keputusan komisi pemilihan Maladewa, "bahwa Abdulla Yameen Abdul Gayoom tidak memenuhi syarat karena tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam pasal 109 adalah keputusan yang benar," kata Hakim Husnu Al Suood memutuskan.
Yameen, merupakan saudara tiri mantan diktator Maumoon Abdul Gayoom, berusaha untuk kembali berkuasa di negara kepulauan tropis di Asia Selatan ini. Saudaranya yang diktator itu kehilangan kekuasaannya pada tahun 2018. Dia berkampanye menentang pengaruh India di Maladewa, yang menimbulkan kekhawatiran di New Delhi.
Dekat dengan jalur pelayaran strategis di Samudra Hindia, Maladewa merupakan titik fokus persaingan antara India dan Cina untuk memperebutkan pengaruh di wilayah ini.
Mitra koalisi PPM, Kongres Nasional Progresif, mengatakan akan mengajukan kandidat lain, jika Mahkamah Agung menyatakan Yameen tidak memenuhi syarat.
Presiden Ibrahim Mohamed Solih sedang mengupayakan masa jabatan kedua meskipun Partai Demokratik Maladewa terpecah pada bulan Juni setelah pertikaian antara Solih dan mantan presiden lainnya, Mohamed Nasheed.
Nasheed, telah kalah dalam pemilihan presiden dari Solih, membentuk sebuah partai bernama Partai Demokrat, yang telah mengumumkan kandidatnya sendiri.