Ahad 13 Aug 2023 09:33 WIB

Kemenkumham Tanggapi Sengketa Merek Band Anima, Contohkan Ayam Goreng Suharti

Kemenkumham menanggapi sengketa merek band Anima dan contohkan Ayam Goreng Suharti.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Konser musik sebuah band (ilustrasi). Kemenkumham menanggapi sengketa merek band Anima dan contohkan Ayam Goreng Suharti.
Foto: www.freepik.com.
Konser musik sebuah band (ilustrasi). Kemenkumham menanggapi sengketa merek band Anima dan contohkan Ayam Goreng Suharti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Beberapa waktu yang lalu jagat maya dihebohkan dengan sengketa merek band lokal Anima. Karena adanya perubahan personel, muncul permohonan merek baru dengan nama yang sama meski logonya berbeda. Pertanyaannya, apakah permohonan merek band ini masih akan diterima?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, masyarakat dapat mengecek langsung Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham. Pada situs tersebut sudah terdaftar merek @nima dengan nomor permohonan JID2022000077 yang didaftarkan oleh tiga personel band, yaitu Engkan Herikan, Irsha Adriano Akbar, dan Lucky Lukman. Merek ini didaftar pada 3 Januari 2022 dan akan dilindungi hingga 3 Januari 2032.

Baca Juga

Namun, setelah permohonan merek tersebut terdaftar, muncul permohonan merek baru ANIMA dengan nomor permohonan JID2022052815 oleh Eldi Rinaldi Oekon pada tanggal 22 Juli 2022. Hal tersebut menjadi polemik diantara kedua belah pihak dan menjadi perdebatan terkait kepemilikan dari merek tersebut.

"Terkait kejadian seperti ini, atau bahasa lapangannya pecah kongsi, sudah biasa terjadi. Bukan hanya dalam konsep band, tetapi juga dalam dunia usaha. Pastinya ada salah satu objek yang diperebutkan, salah satunya menyangkut dengan tanda yang digunakan sebagai pembeda atau dikenal sebagai merek," kata Koordinator Pemeriksa Merek DJKI Kemenkumham, Agung Indriyanto dalam keterangannya pada Sabtu (12/8/2023). 

Menimbang data DJKI, Agung menyatakan pada prinsipnya pihak yang telah memiliki merek terdaftar pertama kali pada suatu kelas barang dan/jasa akan mendapatkan pelindungannya. Pihak tersebut memiliki hak eksklusif untuk memanfaatkannya, memberi izin pihak lain menggunakannya, atau sama sekali melarang pihak lain menggunakannya.

“Apabila sudah ada suatu merek dengan kelas barang dan/jasa terdaftar, sudah pasti merek berikutnya yang ingin mendaftarkan kelas dan/barang jasa yang sama akan ditolak,” ujar Agung.

Namun Agung menyampaikan terkait dengan permohonan yang diajukan, tidak semerta-merta langsung ditolak. Permohonan tersebut akan diperiksa atau diteliti terlebih dahulu. 

Perlu diketahui dasarnya dokumen permohonan tidak memuat informasi yang berkaitan dengan keaslian atau keabsahan kepemilikan merek. Namun apabila pemilik merek ingin mengajukan keberatan atau informasi tambahan pada pemeriksa untuk menunjukkan originalitas merek yang dimiliki, maka hal itu akan membantu pemeriksa memeriksa merek yang sedang diperiksa. 

“Jadi akan ada pasokan informasi tambahan bagi pemeriksa saat mendapatkan dokumen-dokumen tersebut. Dari situ dapat disimpulkan jawaban-jawaban yang lebih jernih untuk memutuskan siapa yang lebih berhak atas permohonan merek tersebut,” ucap Agung

Agung menegaskan keputusan yang dikeluarkan oleh DJKI tidak bersifat final. Masih ada proses bagi merek-merek yang ditolak, serta juga ada proses pembatalan bagi merek yang didaftar.

Bagi pihak yang merasa tidak puas dengan keputusan DJKI, masih bisa menempuh upaya hukum yang memang ditawarkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang  Merek dan Indikasi Geografis untuk melakukan proses berikutnya.

“Sengketa ini alamiah, hal yang biasa bagi pihak yang berkongsi kemudian pecah. Untuk mengantisipasi hal tersebut yang paling penting adalah mendaftarkan mereknya terlebih dahulu, lalu menspesifikasikan siapa pemilik merek yang berhak atas merek tersebut, sehingga saat nantinya pecah kongsi sudah jelas siapa pemilik mereknya,” ujar Agung.

Agung menuturkan ada beberapa jalan untuk kasus pecah kongsi seperti ini. Selain memutuskan salah satu pihak yang berhak atas merek, para pihak juga bisa bernegosiasi menggunakan merek bersama namun dengan perjanjian yang dianggap saling menguntungkan. 

Agung memberi contoh pecah kongsi merek Ayam Goreng Suharti. Ada dua pihak yang memperebutkan merek ini, tetapi akhirnya sepakat untuk bersama-sama menggunakan merek tersebut. Namun tetap harus ada pembeda antara kedua merek tersebut.

Pada akhirnya, ada merek Ayam Goreng Suharti yang menggunakan logo dengan bentuk ayam dan ada juga yang menggunakan logo berupa foto ibu-ibu. Satu dimiliki bapak dan si milik ibu, merek tersebut bisa berdampingan menggunakan merek itu bersama-sama di pasaran sepanjang kedua belah pihak bersepakat dalam suatu kejadian coexistence.

“Kalau jalan bersama seperti itu, biasanya merek akan ada sedikit modifikasi, jadi tidak begitu identik. Seperti dengan logo Anima yang sekarang juga sebenarnya tidak identik. Tetapi tergantung kalau masing-masing pihak sepakat untuk coexistence itu dimungkinkan selagi ada coexistence agreement di antara kedua pihak,” ujar Agung.

Bagi pemilik merek yang saat ini memiliki kasus yang sama, dapat mengantisipasi hal tersebut dengan mengajukan keberatan atas merek yang dapat dilakukan selama masa pengumuman. Namun, jika sudah lewat dari masa tersebut bisa mengajukan surat tambahan atau surat keterangan lainnya untuk mendukung pemeriksaan substantif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement