Selasa 22 Aug 2023 13:28 WIB

Presiden Afsel Tegaskan tak Bisa Digertak untuk Berpihak ke Salah Satu Kubu

Afrika Selatan tidak akan bisa dipaksa untuk berpihak pada kekuatan global manapun.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa
Foto: AP
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Afrika Selatan tidak akan bisa dipaksa untuk berpihak pada kekuatan global manapun. Hal itu ditegaskan Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa pada Ahad (20/8/2023), ketika negara ini bersiap untuk menjadi tuan rumah pertemuan puncak negara-negara berkembang BRICS.

Pertemuan di Johannesburg pekan ini akan dihadiri antara lain, para pemimpin negara-negara BRICS, diantaranya Brazil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Kelima negara ini, akan berusaha memperluas pengaruh mereka dan mendorong pergeseran geopolitik global.

Baca Juga

Ramaphosa akan berbicara dalam pidato yang disiarkan di televisi sebelum KTT BRICS yang dimulai hari Selasa (22/8/2023) di Johannesburg. Menjadi tuan rumah KTT Afrika Selatan telah menjadi sorotan, karena hubungannya dengan Kremlin, terutama karena Afrika Selatan menolak untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.

"Meskipun beberapa pengkritik kami lebih memilih dukungan terbuka untuk pilihan politik dan ideologi mereka, kami tidak akan tertarik ke dalam kontes antara kekuatan-kekuatan global," ujar Ramaphosa dalam pidato kenegaraan yang disiarkan di televisi.

"Kami telah menolak tekanan untuk menyelaraskan diri kami dengan salah satu kekuatan global atau dengan blok-blok negara yang berpengaruh," katanya.

Ramaphosa akan bergabung dengan Presiden Cina Xi Jinping, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva dalam KTT BRICS.

Rusia akan diwakili Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, dengan Presiden Vladimir Putin yang akan berpartisipasi secara online. Putin memutuskan untuk tidak hadir secara langsung karena dia adalah target dari surat perintah penangkapan Mahkamah Pidana Internasional yang secara teori akan diberlakukan oleh Afrika Selatan.

Surat perintah tersebut memicu dilema diplomatik selama berpekan-pekan hingga keputusan Putin diumumkan, mengingat hubungan Afrika Selatan yang telah berlangsung lama dengan Rusia dan penolakan Rusia untuk menangkap mantan diktator Sudan, Omar al-Bashir, pada 2015 dalam situasi yang sama.

Sekitar 50 pemimpin negara lain yang bukan anggota BRICS - di antaranya Presiden Iran Ebrahim Raisi dan Presiden Indonesia Joko Widodo - telah mengonfirmasi bahwa mereka akan menghadiri pertemuan tersebut. Negara-negara BRICS menyumbang sekitar seperempat dari ekonomi global dan minat untuk bergabung dengan kelompok ini telah melonjak tahun ini.

Setidaknya 40 negara telah menunjukkan ketertarikan untuk menjadi anggota, dengan 23 negara telah mengajukan permohonan. Beberapa negara yang bercita-cita untuk menjadi anggota BRICS termasuk Argentina, Bangladesh, Bahrain, Kuba, Ethiopia, Indonesia, Iran, Nigeria, dan Arab Saudi.

Afrika Selatan telah menyatakan mereka mendukung seruan untuk membuka keanggotaan BRICS. "BRICS yang diperluas akan mewakili kelompok negara yang beragam dengan sistem politik yang berbeda yang memiliki keinginan yang sama untuk memiliki tatanan global yang lebih seimbang," kata Ramaphosa.

Rencana ekspansi pertama kali dibahas tahun lalu, menurut Menteri Luar Negeri Afrika Selatan Naledi Pandor.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement