Kamis 31 Aug 2023 19:42 WIB

IKADI: Komunisme Virus Jahat Bertentangan dengan Pancasila

Tak ada tempat bagi komunisme di Indonesia.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Atribut partai Komunis (ilustrasi)
Foto: VOA
Atribut partai Komunis (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Ketua Umum Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi), KH. Ahmad Kusyairi Suhail menilai bahwa peringatan dari tokoh intelijen KH. As'ad Said Ali yang menyeru agar waspada dengan adanya upaya kelompok tertentu membangkitkan komunis di Indonesia perlu mendapat perhatian. Ia menilai apa yang disampaikan As'ad Said Ali yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) adalah peringatan yang luar biasa bagi seluruh elemen bangsa. 

"Peringatan dari tokoh intelijen KH As'ad Said Ali, sebagaimana dimuat Republika, 31 Agustus 2023, yang menyerukan agar waspada terhadap upaya kelompok yang ingin membangkitkan komunis dan mendesak negara meminta maaf, tidak boleh dianggap biasa. Melainkan, hal ini jelas sebuah warning yang luar biasa dari seorang tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang pernah menjadi Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) tahun 2000 - 2011," kata kiai Kusyairi kepada Republika.co.id pada Kamis (31/08/2023).

Baca Juga

Lebih lagi menurut Kiai Kusyairi  berbagai upaya pengaburan sejarah komunis benar-benar telah terjadi di negeri ini. Ia mencontohkan seperti adanya tuntutan pencabutan TAP MPRS No. XXV/1966 tentang Pembubaran PKI dan pernyataan PKI sebagai Partai Terlarang di Indonesia. Diketahui bahwa dalam  TAP MPRS telah ditetapkan, bahwa setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan paham komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media penyebaran atau pengembangan paham/ajaran tersebut dilarang.

Selain itu Kiai Kusyairi mencontohkan tentang Kamus Sejarah Indonesia yang disusun oleh Ditjen Kebudayaan Kemendikbud sempat menuai kegaduhan lantaran dianggap banyak pihak  mengaburkan sejarah pemberontakan PKI tahun 1965 dan menghilangkan peran tokoh-tokoh bapak bangsa dari umat Islam seperti KH Hasyim Asy'ari, KH Wahid Hasyim, KH Mas Mansyur, Mr Syafrudin Prawiranegara, M Natsir pada jilid 1 buku yang membahas periode pembentukan negara Indonesia. 

Justru dalam buku tersebut lebih menampilkan tokoh-tokoh PKI, termasuk yang akan mengubah ideologi Pancasila dengan komunisme dan memberontak terhadap negara Republik Indonesia yang sah, seperti Muso, Semaun, Alimin bahkan DN Aidit. 

"Ini jelas dan gamblang sekali merupakan upaya pengaburan sejarah dan seharusnya para penggagas dan penyusunnya perlu diperiksa lebih mendalam, apa motifnya," kata Kusyairi.

Padahal menurutnya berdasarkan fakta sejarah gerakan komunisme telah beberapa kali melawan pemerintah Republik Indonesia yang sah dan akan mengubah ideologi negara Pancasila. Di antaranya pemberontakan komunis tahun 1948 dan 1965. 

"Dengan demikian, komunisme adalah virus jahat yang harus selalu terus diwaspadai. Sesungguhnya di dalam negara Pancasila, tidak ada tempat bagi komunisme, karena dalam Pancasila ada Ketuhanan yang Maha Esa, sedangkan komunisme tidak mengakui adanya Tuhan. Melihat realitas sejarah ini, maka seluruh komponen bangsa, mulai dari TNI, Polri, elemen bangsa lain harus bersatu padu dengan umat Islam untuk mewaspadai dan melawan komunisme dan menyelamatkan Pancasila," katanya. 

Sebelumnya tokoh Intelijen As'ad Said Ali dalam tulisannya di Republika.co.id pada Kamis (31/08/2023) menyerukan agar waspada terhadap upaya-upaya membangkitkan komunis. 

As'ad menuliskan bahwa ada sekelompok orang yang mengatasnamakan sejarawan, pegiat seni, pendidik, akademisi, budayawan dan aktivis mengeluarkan deklarasi menuntut negara menulis ulang sejarah. Deklarasi tersebut merupakan reaksi terhadap rekomendasi PPHAM ( Tim Penyelesaian Non- Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu).Pada intinya mereka meminta negara mengungkapkan  kebenaran dan meminta maaf serta melakukan “penulisan ulang sejarah tentang peristiwa G-30 S/ PKI”. Dengan kata lain mereka mengingkari bahwa PKI yang melakukan pemberontakan dan sebaliknya menimpalkan kesalahan kepada pihak lain. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement