REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT KAI Commuter (KCI) menyampaikan, importasi kereta rel listrik (KRL) baru akan dimulai pada tahun depan. Importasi didatangkan langsung dari Jepang sebagai produsen KRL sebanyak tiga rangkaian.
“Impor baru tiga KRL kita rencanakan datang tahun depan. Rencananya demikian (dari Jepang) semoga lancar,” kata Corporate Secretary Vice President KCI, Anne Purba di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/9/2023).
Ia menerangkan, proses penilaian impor kereta baru dari Jepang juga telah dilakukan. KCI juga terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan untuk teknis kedatangan impor kereta asal Jepang.
Sementara impor dalam proses didatangkan, KCI juga melakukan retrofit atau pembaruan komponen KRL lama yang masih memungkinkan dilakukan. Impor KRL yang didatangkan menyesuaikan dengan jumlah KRL yang tak bisa dilakukan retrofit sehingga mau tak mau diperlukan penggantian armada baru.
Di satu sisi, Anne mengungkapkan, KCI juga tengah mengupayakan agar mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) dari pemerintah. Pasalnya, perusahaan membutuhkan dukungan finansial untuk melakukan impor kereta baru.
“Memang kita secara kemampuan finansial butuh dukungan, jadi kita selain mendapat dukungan dari PT KAI juga mendapat dukungan dari PMN,” ujar Anne.
Sebelumnya, pemerintah menolak permohonan KCI untuk bisa mengimpor KRL bekas dari Jepang. Penolakan itu dilakukan berdasarkan laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait pengadaan kereta rel listrik bekas.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Septian Hario Seto, menjelaskan, terdapat empat alasan yang menjadi pertimbangan utama terkait impor kereta bekas yang diinginkan PT KCI.
Pertama, rencana impor kereta tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional. Kedua, Kementerian Perdagangan telah menyatakan permohonan dispensasi impor kereta dalam keadaan bekas tidak dapat dipertimbangkan. Pasalnya, fokus pemerintah saat ini meningkatkan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui program peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
Ketiga, alasan teknis karena ada beberapa unit sarana yang sebenarnya masih bisa dioptimalkan penggunaannya. "Saya tidak mau masuk terlalu detail terkait alasan teknis ini, tapi dari BPKP menemukan finding (temuan) seperti itu," ucap Septian.
Keempat, estimasi biaya impor kereta rel listrik bekas. Ia menyebutkan, biaya yang bisa diestimasikan secara jelas oleh BPKP merupakan biaya pengadaan dari Japan Railway. BPKP pun menilai, kewajaran biaya handling dan transportasi dari Jepang ke Indonesia yang diajukan KCI tidak dapat diyakini karena perhitungannya tidak berdasarkan survei harga.