REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Para analis militer mengatakan, jika Korea Utara menyediakan peluru artileri dan senjata lainnya kepada Rusia untuk perang di Ukraina, maka dapat membantu pasukan Kremlin menambah persediaan amunisi mereka yang semakin menipis. Namun hal ini kemungkinan besar tidak akan mengubah arah konflik.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un tiba di Rusia pada Selasa (12/9/2023) untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin. Para pejabat Amerika Serikat (AS) memperkirakan, kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan senjata.
Korea Utara diyakini memiliki persediaan peluru artileri dan roket dalam jumlah besar yang kompatibel dengan senjata era Soviet, serta sejarah memproduksi amunisi semacam itu. Besarnya simpanan tersebut dan penurunannya dari waktu ke waktu masih kurang diketahui, begitu pula dengan skala produksi yang sedang berlangsung. Namun simpanan ini dapat membantu mengisi kembali persediaan yang sangat terkuras di Ukraina.
“Meskipun akses terhadap persediaan amunisi tersebut mungkin akan memperpanjang konflik, namun hal tersebut sepertinya tidak akan mengubah hasilnya,” ujar peneliti pertahanan di Institut Internasional untuk Kajian Strategis, Joseph Dempsey.
Ukraina maupun Rusia telah menggunakan peluru dalam jumlah besar. Keduanya meminta sekutu dan mitra di seluruh dunia untuk mengisi kembali persediaan amunisi mereka. Seorang pejabat Barat memperkirakan Rusia menembakkan 10-11 juta peluru tahun lalu di Ukraina.
Amerika Serikat dan negara Barat lainnya telah memasok amunisi dan peralatan militer ke Ukraina. Amunisi yang diberikan AS kepada Ukraina antara lain peluru dengan kemampuan canggih, seperti Excalibur. Peluru ini menggunakan panduan GPS dan sirip kemudi untuk mencapai sasaran sekecil 3 meter (10 kaki) dari jarak hingga 40 kilometer (25 mil).
Penawaran Korea Utara kemungkinan tidak terlalu berteknologi tinggi. Namun mengakses persediaan amunisi tersebut kemungkinan akan meningkatkan kemampuan Rusia secara signifikan dalam jangka pendek. Siemon Wezeman, dari Stockholm International Peace Research Institute mengatakan, jalur produksi Korea Utara akan membantu Rusia dalam jangka panjang.
“Hampir tidak ada amunisi yang ‘canggih’, ini akan mendukung penggunaan artileri tradisional Rusia namun tidak memberi Rusia amunisi presisi apa pun,” kata Wazeman.
Wezeman mengatakan, untuk menyuplai persediaan minimal untuk semua artileri kaliber 100mm-152mm berarti Korea Utara akan memiliki setidaknya jutaan cadangan peluru. Sementara untuk mengisi kembali amunisi yang ditembakkan dalam latihan atau demonstrasi akan memerlukan kapasitas produksi yang serius.
Gedung Putih mengatakan, Rusia ingin membeli jutaan peluru artileri dan roket dari Korea Utara.
Tembakan artileri massal telah memainkan peran penting sejak invasi Rusia ke Ukraina. Beberapa analis menyebut artileri sebagai raja pertempuran meskipun fokusnya adalah pada senjata yang lebih canggih dan berteknologi tinggi.
“Jika digunakan dengan benar, artileri dapat menghancurkan kemauan dan kohesi musuh, memberikan peluang besar untuk merebut wilayah dan inisiatif,” kata Patrick Hinton, rekan Angkatan Darat Inggris di Royal United Services Institute, dalam sebuah laporan baru-baru ini.
Namun menurut Hinton, hal ini lebih rumit dari sekadar melemparkan peluru ke arah musuh, dan serangan artileri Rusia berulang kali gagal mengusir pasukan Ukraina yang sudah mengakar. Hinton mengatakan, pertanyaan mengenai kualitas peluru artileri Korea Utara dapat berdampak jika kekurangannya berada di luar toleransi yang diterima.
“Amunisi yang dibuat dengan buruk akan memiliki kinerja yang tidak konsisten, perilaku dalam penerbangan mungkin terpengaruh sehingga mengurangi akurasi, kualitas sekring yang buruk dapat menyebabkan fungsi prematur, umur simpan dapat berkurang jika isinya dibuat dengan buruk. Ini semua perlu dibuat dengan spesifikasi tinggi, jika tidak, mereka mungkin tidak mendarat di tempat yang diharapkan dan dapat menimbulkan konsekuensi bencana," kata Hinton.
Kinerja artileri dan awak Korea Utara patut dicurigai sejak tentara Korea Utara menembakkan sekitar 170 peluru ke pulau Yeonpyeong di Korea Selatan pada 2010, yang menewaskan empat orang. Menurut laporan proyek 38 North yang berbasis di Washington, lebih dari separuh peluru tersebut jatuh di perairan sekitar pulau tersebut. Sementara sekitar 20 persen peluru yang mengenai pulau tersebut gagal meledak.
Tingkat kegagalan yang tinggi menunjukkan bahwa beberapa amunisi artileri buatan Korea Utara mengalami kontrol kualitas yang buruk selama pembuatan atau kondisi dan standar penyimpanan yang buruk. Dengan jumlah amunisi yang sangat besar, atau kurangnya presisi tidak akan menjadi masalah bagi Rusia.
“Namun, akan menjadi masalah jika amunisi Korea memiliki kualitas yang buruk sehingga tidak aman digunakan oleh tentara Rusia, ada indikasi bahwa masalah kualitas tersebut disebabkan oleh amunisi Korea,” ujar Wezeman.