REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Dedy Rochimat menyatakan, pasar furnitur dan kerajinan dunia merupakan pasar potensial bagi Indonesia. Pada 2022, pasar itu mencatat pendapatan sebesar 695 miliar dolar AS.
Nilai itu diprediksi meningkat menjadi 766 miliar dolar AS pada akhir 2023. "Industri furnitur Indonesia saat ini baru mencatat pendapatan sebesar 2,8 miliar dolar AS pada 2022," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (15/9/2024).
Secara ranking global, lanjutnya, Indonesia berada di urutan ke-17 dan keempat di regional Asia. Tepatnya di bawah China, Vietnam, dan Malaysia.
Padahal, kata Dedy, industri furnitur dan kerajinan memiliki banyak manfaat. Selain memenuhi kebutuhan dalam negeri, industri ini pun menjadi penghasil devisa yang kuat, serta mempunyai nilai tambah tinggi, karena rantai nilai yang panjang dan keunggulan sumber daya alam.
"Kita memiliki hutan produksi seluas 68 juta hektare. Kita produsen 85 persen rotan dunia dan nomor tiga produsen bambu terbesar setelah China dan India," ujarnya.
Bahkan, sambung dia, industri furnitur atau mebel, juga menyerap tenaga kerja cukup besar hingga 500 ribu per 2021. Itu karena industri ini termasuk dalam padat karya.
Industri tersebut pun dinilai menciptakan efek luas atau multiplier effect bagi industri lain. Berkontribusi pula dalam menggerakkan sektor industri lain lewat berbagai produk bahan baku dan bahan pendukung yang dibutuhkan dalam menghasilkan produk mebel.
"Setelah pandemi berakhir dan perdagangan lintas negara sudah mulai lancar kembali. Maka sudah saatnya bagi kita untuk mendorong produksi mebel dan kerajinan, baik untuk pasar ekspor maupun kebutuhan pasar dalam negeri," tutur dia.