REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan regulasi baru perdagangan digital yang sedang dikembangkan berprinsip untuk melindungi pelaku UMKM, konsumen dan e-commerce.
“Ada tiga pesan Presiden Joko Widodo, yang harus dilindungi adalah UMKM, konsumen dan e-commerce. Jadi, itu prinsip yang kita atur,” kata Hanung dalam diskusi Polemik yang dipantau secara daring di Jakarta, Sabtu (16/9/2023).
Pemerintah sedang merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 untuk mengatur perdagangan digital. Menurut Hanung, regulasi baru tersebut sudah dalam proses harmonisasi agar berbagai aspek yang terlibat dapat diselaraskan.
Selain merevisi aturan, lanjut Hanung, pemerintah juga berencana menghadirkan satuan tugas (satgas) untuk mengatur perdagangan digital.
Revisi Permendag 50/2020 merespons pola belanja konsumen dari e-commerce ke social commerce yang berdampak pada penjualan UMKM, salah satunya TikTok.
Pasalnya, harga jual yang ditawarkan di platform tersebut sangat murah sehingga berpotensi mengarah pada predatory pricing atau praktik menjual barang di bawah harga modal.
Revisi tersebut mengatur tentang penjualan produk loka pasar dan platform digital atau social commerce harus melalui izin dan pengenaan pajak yang sama.
Kemudian, platform digital luar negeri tidak diperbolehkan untuk menjual produk yang berasal dari afiliasi bisnisnya. Sebab, dengan teknologi algoritma yang dimiliki oleh sosial media, maka akan lebih mudah untuk menarik konsumen membeli produk yang terafiliasi dengan bisnisnya.
Ketiga, penetapan harga batas minimum 100 dolar AS untuk barang impor. Hal itu bertujuan untuk mencegah masuknya produk-produk dengan harga sangat murah yang dapat mengganggu keberlanjutan UMKM dalam negeri.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan menolak platform media sosial (medsos) asal China TikTok menjalankan bisnis medsos dan e-commerce secara bersamaan di Indonesia.
TikTok diizinkan melakukan penjualan, namun tidak bisa disatukan dengan media sosial karena berpotensi menjadi monopoli bisnis.