REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyampaikan bahwa konsep pembasahan dan pengeringan lahan secara bergantian (alternate wetting and drying) dapat meningkatkan produksi petani hingga 10 persen.
"Angka produksi bisa naik 5—10 persen," ujar Kepala Pusat Riset (Kapusris) Tanaman Pangan BRIN Yudhistira Nugraha, di Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Ia menjelaskan, konsep tersebut menjadikan lahan padi tidak dialiri air secara terus menerus, tapi juga dikeringkan secara bergantian supaya akar dari tanaman bisa bernafas. Adapun cara penerapannya yakni dengan memasang pipa yang diberi ruang, sehingga air bisa keluar masuk tergantung dari intensitas yang dibutuhkan.
Dari penelitian yang dilakukannya, hal ini selain meningkatkan produktifitas petani dan menghemat air, tapi juga membuat lahan yang ditanam lebih ramah lingkungan. Ia berargumen lahan yang menerapkan konsep alternate wetting and drying, menghasilkan emisi yang lebih rendah.
"Selain hemat air, tentunya juga lebih ramah lingkungan. Karena emisi metananya lebih rendah dibanding dengan sistem irigasi tergenang terus menerus," kata Yudhistira.
Ia mengatakan, emisi yang dihasilkan oleh satu hektare lahan padi yang dialiri air terus menerus bisa mencapai 100–200 fluk emisi methan (CH4) per musim.
Namun Yudhistira mengatakan, konsep ini masih belum bisa sepenuhnya diterapkan di Indonesia. Hal ini karena lahan pertanian di Indonesia belum terkonsolidasi dengan baik atau terlalu banyak petakan sawah. Kedepan, pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada para petani agar konsep ini bisa diterapkan.
Selain itu ia menyampakan, apabila petani sudah menerapkan alternate wetting and drying, harapannya mereka bisa melakukan perdagangan karbon, karena turut berkontribusi untuk menurunkan emisi karbon.
"Kalau ada carbon trading bisa bermanfaat untuk petani, mereka bisa mengusulkan kepada pemerintah, itu cita-cita kami," ujarnya.