Kamis 12 Oct 2023 16:31 WIB

Gaza Hadapi Bencana Kemanusiaan tanpa Listrik dan Pasokan Pangan Hanya Cukup untuk 12 Hari

Israel memutus pasokan listrik ke Gaza mulai hari Senin (9/10/2023).

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Lokasi serangan roket Israel di kamp pengungsi Shati bagian barat, Jalur Gaza bagian barat, pada 12 Oktober 2023.
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Lokasi serangan roket Israel di kamp pengungsi Shati bagian barat, Jalur Gaza bagian barat, pada 12 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Otoritas pengelolaan listrik di Gaza mengatakan bahwa satu-satunya pembangkit listrik di daerah kantong Palestina yang diblokade itu akan kehabisan bahan bakar pembangkit listrik hanya dalam beberapa jam ke depan. Kondisi ini akan membuat banyak wilayah di Gaza, Palestina, tersebut tidak memiliki listrik.

Situasi yang akan mencekam itu terjadi setelah Israel memutus semua pasokan kebutuhan bagi warga Gaza sebagai pembalasan atas serangan baru-baru ini yang dilakukan Hamas. Pihak berwenang Gaza mengatakan bahwa "semua layanan kehidupan dasar" berada dalam bahaya setelah "pengepungan total" Israel terhadap daerah kantong yang dikuasai Hamas tersebut.

Baca Juga

Ketua Otoritas Energi Palestina Thafer Melhem mengatakan kepada radio Voice of Palestine pada hari Rabu (11/10/2023) bahwa pembangkit listrik tersebut akan ditutup pada Rabu sore hari di Gaza. Dan ini membuat sekitar 2,3 juta orang yang tinggal di sana akan kekurangan pasokan listrik. 

Hal ini mengancam wilayah Gaza terjerumus ke dalam kegelapan total dan membuatnya tidak mungkin untuk terus menyediakan semua layanan kehidupan dasar. Di mana "semuanya bergantung pada listrik dan tidak mungkin untuk mengoperasikannya secara parsial dengan generator sehubungan dengan pencegahan pasokan bahan bakar dari Gerbang Rafah," kata sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang Gaza pada hari Rabu.

"Situasi bencana ini menciptakan krisis kemanusiaan bagi semua penduduk Jalur Gaza," kata pernyataan itu. Pernyataan itu menyebut pembalasan Israel "sebagai kejahatan paling kotor berupa hukuman kolektif terhadap warga sipil yang tak berdaya dalam sejarah modern".

Pernyataan tersebut meminta masyarakat internasional untuk bergerak cepat untuk menghentikan "kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembunuhan massal dalam berbagai bentuk ini".

Bantuan PBB

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan kepada Aljazirah pada hari Rabu (11/10/2023) bahwa mereka memiliki persediaan makanan dan air kurang dari dua minggu untuk membantu lebih dari 180.000 orang yang mengungsi di sekolah-sekolah di Gaza.

"Kami memiliki persediaan untuk 12 hari untuk makanan dan air. Jalan-jalan diblokir, kami tidak memiliki saluran telepon, kami memiliki jaringan yang terkena serangan udara. Sangat sulit bagi kami untuk mengetahui apa yang sedang terjadi," kata Jennifer Austin, wakil direktur lembaga tersebut.

"Kami mengandalkan staf kami, yang juga merupakan pengungsi, yang pergi keluar untuk memberikan layanan. Ini benar-benar situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang kami hadapi."

Sementara itu, Menteri Kesehatan Mai al-Kaila mengatakan "persediaan bahan bakar untuk mengoperasikan generator di rumah sakit Jalur Gaza akan berakhir besok, Kamis, yang akan memperburuk kondisi bencana di rumah sakit".

Ia mengungkapkan semua penyeberangan di Gaza ditutup, sehingga tidak memungkinkan untuk membawa bahan bakar untuk pembangkit listrik atau generator yang selama ini menjadi andalan penduduk dan rumah sakit.

Israel memutus pasokan listrik ke Gaza mulai hari Senin (9/10/2023), sebagai bagian dari apa yang disebutnya sebagai "pengepungan total" sebagai tanggapan atas penyusupan massal oleh para pejuang Hamas ke Israel selatan pada hari Sabtu sebelumnya.

Namun aksi blokade Israel atas Jalur Gaza yang diduduki, dalam bentuknya yang sekarang, telah berlangsung sejak Juni 2007. Israel mengontrol wilayah udara dan perairan teritorial Gaza, serta dua dari tiga titik penyeberangan perbatasan; titik ketiga dikontrol oleh Mesir.

Pada hari Senin, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan bahwa pihak berwenang akan memutus aliran listrik dan memblokir masuknya makanan dan bahan bakar sebagai bagian dari "pengepungan total" di wilayah tersebut.

"Kami melakukan pengepungan total terhadap Gaza .... Tidak ada listrik, tidak ada makanan, tidak ada air, tidak ada gas - semuanya ditutup," kata Gallant dalam sebuah pernyataan video.

Pada hari Selasa (10/10/2023), Hussein al-Sheikh, sekretaris jenderal komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mendesak masyarakat internasional "untuk segera turun tangan untuk menghentikan agresi ini. Ia juga berharap dunia internasional kembali bisa mengizinkan masuknya bahan bantuan, dan memulihkan listrik dan air, karena Jalur Gaza menghadapi bencana kemanusiaan besar". 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement