REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah laporan terbaru mengungkap bahwa Eropa dapat memenuhi kebutuhan listrik dari sumber energi terbarukan mulai tahun 2030, selama pemerintah dan investor swasta bersedia mengeluarkan dana triliunan euro. Laporan ini ditulis dan dipublikasikan oleh Potsdam Institute for Climate Impact Research.
Menurut penelitian tersebut, dibutuhkan waktu satu dekade untuk mengubah seluruh sistem energi, termasuk hal-hal seperti pemanas yang saat ini ditenagai oleh minyak atau gas, menjadi energi terbarukan. Sistem energi bersih yang didasarkan pada 100 persen energi terbarukan, juga akan membuat biaya energi lebih murah.
“Membangun sektor energi yang benar-benar mandiri di Eropa membutuhkan biaya sebesar 2 triliun euro,” ungkap studi tersebut seperti dilansir Euro News, Kamis (12/10/2023).
Artinya, dibutuhkan 140 miliar euro per tahun pada tahun 2030, dan 100 miliar euro per tahun pada dekade berikutnya untuk mencapai target ambisius tersebut. Namun, karena jumlah ini setara dengan 75 persen dari anggaran tahunan Uni Eropa saat ini, penting untuk dicatat bahwa sebagian besar dari jumlah ini berpotensi berasal dari investor swasta, seperti yang disarankan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan terbarunya.
Meskipun sebagian besar dana akan dibutuhkan untuk ekspansi onshore winds (angin yang bertiup dari air ke darat), namun energi surya, hidrogen, dan panas bumi akan menjadi pilar tambahan dari sebuah strategi.
Studi ilmiah yang ditugaskan oleh Aquila Capital, salah satu investor energi terbarukan swasta terbesar di Eropa, menunjukkan bahwa sistem energi ini, yang didasarkan pada 100 persen energi terbarukan, akan menghasilkan penurunan biaya energi bagi konsumen dan mengurangi kerentanan pada saat terjadi ketegangan geopolitik.
"Angka-angka ini cukup besar, tetapi penting untuk diingat bahwa negara-negara Eropa diperkirakan telah menghabiskan 792 miliar euro tambahan pada tahun lalu, hanya untuk sistem status quo untuk melindungi konsumen dari dampak krisis energi yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina," kata studi tersebut.
Lantas mungkinkah Eropa menjadi benua pertama yang netral terhadap iklim? Target energi terbarukan Uni Eropa saat ini mengharuskan 42,5 persen energi Uni Eropa menjadi energi terbarukan pada tahun 2030, dengan aspirasi untuk mencapai 45 persen.
Meskipun studi ini menyatakan bahwa target tersebut bisa jauh lebih tinggi, para peneliti mengakui bahwa untuk mencapainya diperlukan investasi besar-besaran dalam mengembangkan infrastruktur energi terbarukan, termasuk membangun kapasitas dan jaringan penyimpanan energi, serta berinvestasi dalam teknologi dan keterampilan.
Strategi sangat dibutuhkan untuk mengurangi porsi bahan bakar fosil dalam energi Eropa dengan cepat dan efisien. Selain itu, menurut peneliti investasi juga dibutuhkan di bidang teknologi digital. Misalnya, kecerdasan buatan dapat membantu merencanakan, menyimpan, dan menyalurkan energi ke tempat dan waktu yang tepat.
Studi ini mengutip contoh pasar Amerika Serikat dimana Undang-Undang Pengurangan Inflasi (Inflation Reduction Act) senilai hampir 400 miliar dolar AS dengan memberikan keringanan pajak besar-besaran dan subsidi untuk teknologi hijau. Mulai dari mobil listrik hingga pembangkit listrik tenaga angin dan produksi baterai, supaya bisa memajukan produksi energi bersih dalam 10 tahun ke depan.
Laporan ini mendesak otoritas berwenang untuk memberikan insentif dan memastikan bahwa investasi dalam energi terbarukan cukup menarik untuk menarik dana swasta.