REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Kamis (12/10/2023) Rumah Zakat melakukan tanam pohon mangrove sebanyak 1.000 batang yang dibagi ke dalam dua lokasi penanaman, yaitu di pesisir Kelurahan Bungkutoko, kecamatan Nambo, Kota Kendari, dan di Desa Tapulaga kabupaten Konawe. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari bulan Peringatan Risiko Bencana yang tahun ini Kendari menjadi tuan rumah perhelatan akbar tentang kebencanaan tersebut.
Kendari sendiri memiliki potensi bermacam bencana seperti banjir, longsor, bahkan Tsunami. Selain itu, banyak daerah pesisir yang mengalami abrasi, sehingga penanaman mangrove ini bertujuan untuk mengurangi abrasi tersebut sekaligus menjadi bentuk mitigasi bencana di kawasan pesisir.
Dalam kegiatan tanam mangrove tentu Rumah Zakat juga bersinergi dengan berbagai stakeholder yang ada, antara lain, akademisi dari perguruan tinggi Universitas Haluoleo, pemerintah daerah, masyarakat sekitar pesisir, dunia usaha bahkan media pun turut andil. Lebih kurang 100 orang turut andil dalam kegiatan tanam pohon.
Ini menjadi sebuah gerakan bersama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa dalam penanggulangan bencana tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, perlu ada kolaborasi dari seluruh pihak yang ada. Bencana tidak bisa dihindari, tapi dengan edukasi kebencanaan diharapkan risiko yang timbul dapat diperkecil.
Sehari sebelumnya, Rabu (11/10/2023) Nurmansyah selaku disaster risk reduction manager Rumah Zakat juga hadir sebagai pembicara dalam Seminar Nasional Rumah Ibadah Tangguh Bencana yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Kendari. Tema ini diambil karena adanya beberapa faktor, yaitu pertama data yang diambil dari DIBI (data dan informasi bencana Indonesia) pada periode 10 tahun terakhir yang menunjukkan kejadian bencana terjadi sebanyak lebih dari 25 ribu kali.
"Rumah ibadah menjadi salah satu infrastruktur yang terdampak, jika kita ambil contoh kejadian gempa di Cianjur, Jawa Barat, terdapat 157 rumah ibadah yang rusak dengan kategori berat hingga ringan. Kedua, jika terjadi bencana rumah ibadah menjadi salah satu tujuan masyarakat untuk berlindung bahkan dijadikan tempat pengungsian sementara. Ketiga, rumah ibadah memiliki potensi untuk sosialisasi kebencanaan yang dilakukan oleh para tokoh agama yang ada melalui kegiatan keagamaan," ujar Nurmansyah.
Seminar nasional ini telah melahirkan buku yang berjudul Rumah Ibadah Tangguh Bencana yang membahas tentang enam agama yang resmi diakui di Indonesia, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Ini menunjukkan kepedulian tokoh agama juga diperlukan dalam mitigasi bencana, karena sejatinya tiap-tiap agama meyakini bahwa ada dalil yang mendasar dalam kitab suci masing-masing tentang kebencanaan itu sendiri.
Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Prasinta Dewi menyampaikan dalam sambutannya bahwa dalam penanggulangan bencana harus meningkatkan kapasitas seluruh stakeholder yang berdampak sebagai bentuk investasi pembangunan. Ada tujuh ketangguhan salah satunya ketangguhan rumah ibadah, tidak hanya bangunan namun juga sumber daya manusia yang ditunjang oleh sarana dan prasarana lainnya seperti adanya pelatihan, peralatan kebencanaan dan sebagainya.
"Sehingga ketangguhan masyarakat Indonesia terhadap bencana secara keseluruhan meningkat," kata Prasinta.