Kampanye iklan ini telah menimbulkan beberapa tantangan bagi perusahaan media sosial, yang telah menetapkan standar mengenai jenis konten apa yang dapat diunggah di aliran mereka. Google telah menghapus sekitar 30 iklan yang berisi gambar-gambar kekerasan. Perusahaan tersebut mengatakan bahwa mereka tidak mengizinkan iklan yang berisi bahasa kekerasan, gambar yang mengerikan atau menjijikkan, atau gambar grafis, atau kisah trauma fisik.
Sementara itu, platform media sosial X tidak menanggapi permintaan komentar. Perusahaan teknologi tersebut saat ini sedang diselidiki oleh Komisi Eropa mengenai apakah penanganan konten ilegal dan disinformasi terkait serangan Hamas telah mematuhi undang-undang moderasi konten Uni Eropa, yaitu Digital Services Act (DSA). Berdasarkan DSA, perusahaan harus segera menghapus konten ilegal, termasuk propaganda teroris, dan membatasi penyebaran berita bohong, atau akan dikenakan denda hingga 6 persen dari pendapatan tahunan global mereka.
Beberapa iklan online mendapat penolakan dari penonton yang mencari cara untuk berhenti menjadi sasaran Kementerian Luar Negeri. Namun para ahli mengatakan, ini hanyalah realitas baru dari kampanye komunikasi publik yang dibangun di sekitar perang.
“Taktik ini hampir setua perang. Mendorong kemarahan moral untuk membangun dukungan terhadap perang adalah praktik yang sudah sangat lama. Tetapi menurut saya hal ini belum pernah terjadi sebelumnya dengan media sosial seperti ini," kata Emerson Brooking, peneliti senior di Dewan Atlantik, dilaporkan Politico, pada 17 Oktober 2023.
Namun, di tengah gencarnya disinformasi dan konten ilegal yang terkait dengan serangan tersebut, upaya propaganda Israel mungkin terbukti lebih rumit. Komisioner Eropa yang bertugas menegakkan DSA, Thierry Breton, telah memperingatkan beberapa platform online untuk meningkatkan upaya mereka melindungi penonton muda dari konten berbahaya. Uni Eropa juga mengingatkan CEO Google, Sundar Pichai agar sangat waspada guna memastikan bahwa YouTube menghormati DSA.
Ketika Israel meningkatkan perangnya secara online, serangan militer mereka telah merusak infrastruktur telekomunikasi di Gaza. Hal ini menyebabkan jutaan orang berada di ambang pemadaman jaringan total.
“Sulit membayangkan upaya balasan yang kuat dari kelompok pro-Palestina yang dapat menggunakan media periklanan yang sama.Ini adalah salah satu bagian dari medan perang media sosial di mana Israel mempunyai keuntungan nyata," kata Brooking.