REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kehancuran fasilitas pendidikan tak hanya membuat Gaza tidak bisa menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar, tetapi Gaza telah kehilangan para siswa dan tenaga pengajar yang gugur diserang zionis Israel. Pemboman Israel atas Gaza telah memakan korban jiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya, khususnya anak-anak.
Lebih banyak anak yang terbunuh di Gaza dalam tiga minggu terakhir dibandingkan dengan jumlah total anak yang terbunuh dalam konflik di seluruh dunia dalam setiap tahun sejak 2019, demikian ungkap organisasi nonpemerintah Save the Children. Angka-angka yang dirilis oleh LSM tersebut pada hari Ahad (29/10/2023), merujuk pada otoritas kesehatan Palestina, yang menunjukkan setidaknya 3.324 anak meninggal dunia di Gaza sejak 7 Oktober, sementara 36 lainnya meninggal di Tepi Barat. Lebih dari 6.000 anak terluka di Gaza sejak perang dimulai.
Angka keseluruhan kemungkinan masih jauh lebih besar, karena masih ada 1.000-an anak yang dilaporkan hilang. Kemungkinan besar mereka terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang dihancurkan oleh bom Israel. Sementara itu jumlah warga sipil di Gaza yang meninggal sejak 7 Oktober, hingga kini telah menembus angka lebih dari 8000-an orang, dimana dari jumlah tersebut tentu banyak diantara mereka adalah guru dan penyelenggara pendidikan.
"Kematian satu anak terlalu banyak, tetapi ini adalah pelanggaran berat dengan proporsi yang luar biasa," kata Jason Lee, direktur Save the Children untuk wilayah Palestina yang diduduki.
"Gencatan senjata adalah satu-satunya cara untuk memastikan keselamatan mereka. Komunitas internasional harus mengutamakan manusia di atas politik - setiap hari yang dihabiskan untuk berdebat membuat anak-anak terbunuh dan terluka. Anak-anak harus dilindungi setiap saat, terutama ketika mereka mencari perlindungan di sekolah dan rumah sakit."
Situasi inilah yang memunculkan pernyataan keprihatinan apakah masih akan ada tahun ajaran pendidikan baru 2023/2024 bagi anak-anak di Gaza. "Karena syahidnya banyak siswa kami, tahun ajaran 2023/2024 telah berakhir," dalam pernyataan Kementerian Pendidikan Gaza.
Sementara itu, pihak UNESCO telah menyerukan penghentian segera serangan Israel, terhadap bangunan sekolah. UNESCO sangat prihatin dengan kerusakan fasilitas pendidikan di Gaza, yang sering kali berfungsi juga sebagai tempat penampungan bagi penduduk. Karena itu UNESCO mengingatkan bahwa menargetkan lembaga pendidikan untuk tujuan militer merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.
Menyusul serangan teroris yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil Israel pada tanggal 7 Oktober, operasi tentara Israel di Jalur Gaza telah menyebabkan krisis kemanusiaan serius yang mempengaruhi semua aspek kehidupan sipil, termasuk pendidikan. Saat ini, lebih dari 625.000 siswa dan lebih dari 22.500 guru di wilayah tersebut berada dalam situasi yang sangat rentan.
"Sejak 7 Oktober, lebih dari 200 sekolah telah mengalami kerusakan, yakni sekitar 40 persen dari total jumlah sekolah di Jalur Gaza, sekitar setengah di antaranya rusak parah," menurut data UNICEF.
UNESCO mengingatkan semua aktor akan kewajiban mereka untuk mematuhi hukum humaniter internasional, khususnya Resolusi 2601 yang diadopsi pada tahun 2021 oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mendesak semua pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata untuk segera menghentikan serangan. "Mengutuk keras serangan yang berkelanjutan terhadap sekolah dan warga sipil yang berhubungan dengan sekolah, termasuk anak-anak dan guru."
Di antara banyak korban sipil di Gaza adalah 38 pegawai Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA), penyedia pendidikan utama di Jalur Gaza. Sebagian besar staf ini adalah guru dan pendidik. UNESCO dan stafnya ikut berduka bersama keluarga, teman, dan kolega mereka.
UNRWA memiliki 183 sekolah di bawah tanggung jawabnya di Gaza, yang menampung hampir 300.000 siswa pada awal tahun ajaran lalu. Banyak dari lembaga pendidikan ini kini telah diubah menjadi tempat penampungan bagi penduduk. Hampir 13.000 staf UNRWA berada di garis depan, melaksanakan pekerjaan yang sangat penting untuk membantu anak-anak sekolah, profesional pendidikan dan semua orang yang terkena dampak bencana.