REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyambut baik keputusan Mesir dalam mengevakuasi beberapa orang yang sakit kritis dan terluka dari Jalur Gaza untuk dirawat di Mesir. "Kami bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Mesir dalam merencanakan evakuasi medis dan akan terus memberikan dukungan," kata Tedros dalam laman resmi PBB, dikutip Rabu (1/11/2023).
Pernyataan Tedros itu disampaikan setelah muncul laporan bahwa pintu lintas batas Rafah dibuka secara luar biasa pada Rabu pagi untuk pertama kalinya sejak 7 Oktober. Pembukaan ini membuat beberapa warga Palestina yang terluka, warga asing, dan warga dengan dua kewarganegaraan bisa keluar dari Gaza.
Rafah adalah satu-satunya pintu masuk ke Jalur Gaza yang tidak dikendalikan Israel, yang memblokade Jalur Gaza sejak 2007. WHO menyatakan ribuan warga sipil di Jalur Gaza membutuhkan bantuan mendesak, termasuk anak-anak yang terluka parah.
Selain itu, lebih dari 1.000 orang membutuhkan dialisis ginjal agar bisa tetap hidup, lebih dari 2.000 orang membutuhkan terapi kanker, 45.000 orang menderita penyakit kardiovaskular, dan lebih dari 60.000 orang menderita diabetes.
"Pasien-pasien ini harus memiliki akses berkelanjutan terhadap layanan kesehatan di Gaza. Rumah sakit-rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya harus dilindungi dari pemboman dan serangan militer," tulis WHO dalam pernyataan.
WHO mengungkapkan, sebelum 7 Oktober 2023, sekitar 100 pasien setiap hari harus pergi ke luar Jalur Gaza untuk mendapatkan perawatan medis khusus yang tidak tersedia di Jalur Gaza.
“WHO menyerukan akses mendesak dan dipercepat untuk bantuan kemanusiaan, termasuk bahan bakar, air, makanan dan pasokan medis,” tulis WHO.