Rabu 15 Nov 2023 13:23 WIB

Menteri Israel Serukan 'Migrasi Sukarela' Warga Palestina ke Berbagai Negara

Israel minta negara-negara di dunia menerima masuknya pengungsi Palestina dari Gaza

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Tenda untuk warga Palestina yang mencari perlindungan didirikan di halaman pusat Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada Kamis (19/10/2023).
Foto: Mahmud HAMS / AFP
Tenda untuk warga Palestina yang mencari perlindungan didirikan di halaman pusat Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada Kamis (19/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Selasa (14/11/2023) mengatakan bahwa ia mendukung proposal yang diajukan oleh anggota Knesset Ram Ben Barak dan Danny Danon untuk "migrasi sukarela" bagi warga Palestina ke berbagai negara.

Bezalel Smotrich mendukung proposal yang diajukan oleh anggota Knesset agar 'negara-negara di dunia' menerima masuknya pengungsi Palestina dari Gaza. Dalam sebuah artikel opini di Wall Street Journal, Barak dan Danon menyerukan agar "negara-negara di dunia" mau menerima arus pengungsi dari Gaza.

Baca Juga

Menteri keuangan dan gubernur de facto Tepi Barat yang diduduki itu memuji usulan tersebut sebagai "satu-satunya solusi" bagi 2,3 juta penduduk di Gaza. Bagi dia, warga yang tinggal di wilayah yang terkepung itu, telah menjadi "simbol ambisi untuk memusnahkan negara Israel".

"Mayoritas penduduk Gaza adalah generasi keempat dan kelima dari pengungsi '48," tulis Smotrich dalam sebuah unggahan di Facebook, merujuk pada peristiwa Nakba pada 1948. Saat itu, milisi Zionis secara paksa mengusir lebih dari 700.000 orang Palestina dari tanah Palestina yang bersejarah dan melarang mereka serta keturunan mereka untuk kembali.

"Yang bukannya direhabilitasi ... seperti ratusan juta pengungsi di seluruh dunia, disandera di Gaza dalam kemiskinan," kata Smotrich.

Dia menambahkan bahwa negara Israel "tidak dapat didamaikan" dengan keberadaan Gaza yang merdeka, yang bergantung "pada kebencian terhadap Israel dan aspirasi untuk kehancurannya".

Dalam "rencana tegas" tahun 2017, Smotrich menguraikan solusinya untuk "masalah demografis" yang ditimbulkan oleh Palestina. Dia mengusulkan perluasan pemukiman yang tidak terkendali dan pencaplokan penuh Tepi Barat, di mana warga Palestina akan diminta untuk menerima kehidupan tanpa hak-hak politik di bawah pemerintahan Yahudi atau beremigrasi ke negara lain.

Warga Palestina yang tidak mau menerima kedua opsi ini dicap sebagai "teroris" dan "akan ditindak tegas oleh aparat keamanan".

Komentarnya ini menyusul surat yang ditulisnya kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, di mana ia menyerukan penciptaan "zona keamanan steril" di sekitar permukiman di Tepi Barat untuk "mencegah orang Arab masuk ke sana".

Hal ini terjadi tak lama setelah sebuah dokumen kementerian intelijen Israel dibocorkan ke situs berita Israel Calcalist yang memerinci rencana pemindahan paksa warga Palestina di Gaza ke Semenanjung Sinai.

Menurut rancangan kebijakan yang bocor tersebut, setelah pengusiran mereka, 2,3 juta warga Palestina di Gaza akan ditempatkan di kota-kota tenda, sebelum komunitas permanen dapat dibangun di bagian utara semenanjung.

Kairo telah berulang kali menolak gagasan bahwa warga Palestina dapat dipindahkan ke Mesir untuk sementara waktu ketika Israel melakukan operasi militer terhadap Hamas di Gaza.

Sejak serangan Israel ke Gaza dimulai pada 7 Oktober lalu, lebih dari 11.240 warga Palestina telah syahid, termasuk 4.630 anak-anak dan 3.130 perempuan, kantor media pemerintah di Gaza mengatakan pada hari Senin (13/11/2023).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement