Selasa 21 Nov 2023 16:49 WIB

Simpatiknya China dan Sinisnya Amerika Dalam Invasi Israel di Gaza

Sinisnya Amerika Dalam Invasi Israel di Gaza ingatkan gaya tukang gembala, Cowboy

Babi-bayu prenatur yang terancam nasibnya di Rumah Sakit Gaza yang terus dinombardir Israel, (ikustrasi).
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Babi-bayu prenatur yang terancam nasibnya di Rumah Sakit Gaza yang terus dinombardir Israel, (ikustrasi).

Bila dilihat dari tayangan video yang diunggah dalam media sosial beberapa waktu lalu, di sana terlihat betapa Presiden AS Joe Biden berlaku tidak simpatik kepada Presiden Joko Widodo ketika berbicara empat mata tentang soal kekerasan Israel di Palestina. Biden tampak tidak menanggapi pernyaraan Jokowi yang sedang membawa pesan dari sikap negara OKI setelah menghadiri konfrensi lembaga ini di Riyadh.

Biden telihat angkung dan malah menyilangkan kaki. Sinis. Dia kemudian tak menanggapi pembicaraan Jokowi dan malah membahas tema yang lain. Biden jelas sekali tak menggap omongan Presiden Indonesia itu.

Berbeda dengan Amerika, China yang kini jadi seteru utama negari 'Cowboy' itu malah bersikap sangat simpatik ke negara-negara Muslim dan Arab. Ini misalnya dengan adanya pernyataan dari Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi kepada para diplomat negara Arab-Muslim bila bencana kemanusiaan sedang terjadi di Gaza dan harus dihentikan. Dia mendesak komunitas internasional untuk bertindak mencegah meluasnya perang.

“Situasi di Gaza mempengaruhi semua negara di seluruh dunia, mempertanyakan perasaan manusia tentang benar dan salah serta batas bawah kemanusiaan,” kata Wang dalam pertemuan dengan menteri luar negeri Arab-Muslim di Beijing, dilaporkan Aljazirah, Senin (20/11/2023).

Wang dan pejabat Cina lainnya menyerukan gencatan senjata segera secepatnya. Beijing telah berulang kali menyerukan solusi dua negara untuk mengakhiri perang, yang telah membunuh lebih dari 13.000 warga Palestina di Gaza.

Pada pertemuan puncak tersebut, Wang kembali menyoroti bahwa Beijing adalah teman baik dan saudara bagi negara-negara Arab dan Muslim. Beijing dengan tegas menjunjung keadilan dalam perang ini.

“Kami bersedia bekerja sama dengan saudara-saudara kami di negara-negara Arab dan Islam untuk melakukan upaya tiada henti untuk menyelesaikan perang di Gaza sesegera mungkin,” kata Wang.

Utusan Beijing untuk Timur Tengah, Zhai Jun, mengunjungi wilayah Palestina bulan lalu untuk mencari solusi mengakhiri perang. Dia juga telah melakukan pembicaraan dengan Rusia untuk mencapai solusi dua negara bagi Israel dan Palestina.

Pertemuan Wang dengan delegasi Arab-Muslim merupakan tanda bahwa Cina meningkatkan peran internasionalnya dengan mengisi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan oleh Amerika Serikat (AS). Analis politik Institut Studi Pascasarjana Doha, Ibrahim Fraihat mengatakan, AS telah merugikan dirinya sendiri dengan memberikan dukungan penuh kepada Israel.

 “AS telah merugikan dirinya sendiri dengan memberikan seluruh dukungannya ke pihak Israel, dan dengan melakukan hal tersebut, AS telah mengurangi perannya sebagai pihak ketiga yang dapat melakukan intervensi,” ujar Fraihat.

“Mereka (otoritas Cina) sangat tertarik dengan peran ini, mereka memiliki hubungan yang kuat dengan Israel, mereka memiliki kepercayaan dari Palestina dan memiliki pengaruh dalam sistem internasional,” kata Fraihat, merujuk pada hak veto Cina di Dewan Keamanan PBB.

Beijing menjadi tuan rumah bagi delegasi menteri luar negeri dari Otoritas Palestina, Indonesia, Mesir, Arab Saudi dan Yordania untuk pembicaraan yang bertujuan menemukan solusi untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza. Dalam pertemuan itu, Cina berjanji untuk berupaya memulihkan perdamaian di Timur Tengah. Langkah ini dipandang sebagai bagian dari dorongan Beijing untuk meningkatkan peran internasionalnya.

"Israel berusaha mengakhiri kehadiran rakyat Palestina di sisa-sisa tanah bersejarahnya,” ujar Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki di Beijing.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir mengatakan, perpindahan warga Palestina dari Jalur Gaza akan mengancam perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan dan dunia. Kementerian Luar Negeri mengatakan, Mesir melakukan segala upaya untuk membawa bantuan ke Jalur Gaza melalui penyeberangan Rafah. Namun kebijakan Israel yang menghalangi masuknya bantuan adalah kebijakan sistematis yang bertujuan untuk mendorong warga Palestina meninggalkan Gaza karena beban pengeboman dan pengepungan. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement