Apakah judul ini paradoks? Belasan ribu jiwa meregang nyawa, jutaan orang mengungsi, ribuan anak meninggal dunia. Ribuan warga lainnya terjebak dalam reruntuhan dan belum diketahui nasibnya, separuh lebih bangunan di Gaza hancur lebur. Sejumlah rumah sakit, masjid, sekolah tidak berfungsi.
Bahkan, menurut laporan Al Jazeera pada Sabtu (26/11/2023), zionis Israel kembali menangkap 17 warga Palestina di Tepi Barat. Hingga meningkatkan jumlah tahanan menjadi 3.160, sejak dimulainya Badai Al Aqsa 7 Oktober lalu. Lantas, dari mana menangnya? Mari kita simak.
Pertama, dari kekuatan militer. Gaza sendirian bertahan, dari pembantaian di luar kemanusiaan. Secara militer hanya dibantu Hizbullah dan Yaman. Hamas, sebagai gerakan masyarakat Palestina tidak punya tank, tak ada pesawat tempur, tak memiliki rudal. Yang digunakan hanya drone, roket, senjata api.
Sedangkan Israel, sebagaimana dilansir AFP, mengutip laporan Institut Internasional untuk Studi Strategis Inggris, merinci Pasukan Pertahanan Israel (IDF) berjumlah 169.500 orang. Dari jumlah itu, 126 ribu di antaranya tentara. IDF juga memiliki 400 ribu tentara cadangan, sebanyak 360 ribu-nya dimobilisasi.
Israel juga punya sejumlah pertahanan berteknologi tercanggih di dunia, termasuk sistem anti-rudal Iron Dome. Selain itu, mereka punya sekitar 1.300 tank dan kendaraan lapis baja lain, serta 345 jet tempur dan kapal selam canggih, drone, juga persenjataan artileri.
Adapun kekuatan personel di pihak Gaza, menurut delegasi Hamas di Al Jazair Yusuf Hamdan, kekuatan pasukan Hamas totalnya 40 ribu Mujahiddin. Namun, yang saat ini bertempur di Gaza hanya 5.000 orang. Ia juga membeber masih ada senjata-senjata baru yang belum digunakan. Sisa pasukan dan senjata baru itu akan digunakan, jika ada instruksi dari petinggi Hamas.
Hanya seperdelapan kekuatan personel Hamas dan senjata apa adanya, tapi selama 50 hari pembantaian, Zionis tak bisa membabat Hamas. Alih-alih menghabisinya, menemukan markasnya saja tidak mampu. Adapun klaim-klaim Zionis, dunia mengetahuinya: itu hanya propaganda memalukan yang selalu ketawan dustanya. Termasuk soal terowongan Hamas. Bahkan klaim itu dibantah petinggi Israel sendiri.
Mantan PM Israel Ehud Barak membeberkan bukti bahwa terowongan di bawah Rumah Sakit Al Shifa Gaza bukan buatan Hamas, tapi buatan Israel. Hal itu diungkap Ehud Barak dalam wawancara eksklusif dengan CNN. Ia juga menentang klaim pemerintah Israel yang menuding Hamas membangun terowongan di rumah sakit tersebut.
Pihak Israel jelas menderita banyak kerugian. Selain kerugian finansial triliunan, jumlah tentara yang tewas dan terluka juga berbilang ribuan. Belum lagi yang stres dan menderita gangguan psikologis. Ratusan kendaraan tempur juga hancur dan rusak. Ratusan tank Merkava yang diklaim terbaik di dunia, hancur lebur hanya dengan roket Yasin-105. Termasuk rusaknya Iron Dome yang dibanggakan.
Bahkan dalam beberapa rilis video sayap militer Hamas, Brigade Al Qassam, para Mujahiddin itu bergerak tanpa baju pelindung, memakai sandal jepit dan kaos oblong. Ada juga yang nyeker. Mereka tampak begitu santai membabat tank Merkava dan atau membidik pasukan Israel. Perlengkapan dan peralatannya bak bumi langit dengan yang dimiliki personel tentara IDF.
Meski begitu, pejuang Palestina mampu membuat kocar-kacir IDG di Gaza, memporak-porandakan sejumlah wilayah di Tel Aviv dan wilayah lain yang ditempati zionis. Ini belum termasuk serangan Badai Al Aqsha, yang menyerang langsung ke jantung pertahanan Israel dan membunuh banyak tentara IDF.
Kemenangan Gaza kedua, Israel juga jelas sekali kalah dalam perang psikologis. Tidak ada dalam beberapa dekade terakhir, sebuah pidato yang selalu dinanti masyarakat dunia, selain pidato Jubir Al Qassam, Abu Ubaidah.
Sampai-sampai pidatonya diperdengarkan di sejumlah masjid di Gaza, dibuat acara nonton bareng di sejumlah tempat, dan wajah khas tertutupnya tampil dimana-mana: dari ruang-ruang sosial media sampai lapangan sepakbola dunia. Digandrungi lintas usia dan lintas negara.
Narasi-narasi yang dibawakannya juga menggetarkan jiwa. Ia berbicara tentang apa yang sudah dilakukan, disertai bukti-bukti rekaman video. Narasinya selalu membakar semangat rakyat Gaza dan menciutkan nyali lawan. Suaranya yang khas kerap dinanti publik dunia. Berbanding terbalik dengan narasi-narasi yang disampaikan pihak Israel. Yang hanya mengundang antipati, caci maki dan bullyan global.
Kemenangan ketiga, ini yang menarik. Gaza, khususnya Al Qassam, menunjukan pada dunia bagaimana Islam memperlakukan tahanan. Seperti kisah warga Israel Yocheved Lifshitz, usai dibebaskan mengungkap kebaikan Hamas.
Dalam laporan banyak media, Selasa (24/10/2023), Lifshitz membeberkan para pejuang Palestina memperlakukannya dengan lembut. Bahkan meminta dokter memeriksa kesehatannya selama dua pekan penahanannya di daerah kantong Palestina.
"Mereka memastikan kebutuhan terpenuhi. Membersihkan toilet untuk kami. Mereka sangat ramah, ini harus dikatakan," ungkap Lifshitz. Ia juga mengisahkan pejuang Palestina yang memastikan kebersihan, kesehatan dan makanan para tahanan. Mereka mendapat makanan roti pita, keju, dan timun: sama seperti yang dimakan pejuang. Tapi, pengungkapan Lifshitz memantik kemarahan pejabat-pejabat Israel.
Kisah Lifshitz ini berbanding terbalik dengan apa yang dialami tahanan Palestina. Salah satunya, yang dikisahkan Fareed Najm, warga Nablus Palestina yang disandera Israel dan kini telah dibebaskan. Wanita itu mengungkap kondisi yang dilalui para tahanan di penjara-penjara Israel.
Kepada Al Jazeera (25/11/2023), Najm mengungkapkan para tahanan tidak diberi air minum bersih dan makanan yang cukup. Mereka menjalani hidup menderita selama di penjara. "Kami sangat menderita di penjara. Kami dipermalukan di perjalanan pulang. Mereka selalu memperlakukan kami dengan cara yang sangat buruk," ungkapnya.
Dua perbandingan kisah para tahanan itu meruntuhkan seluruh propaganda dan narasi-narasi humanis yang selama ini dibangun Zionis. Sekaligus mematahkan tudingan meda-media Barat pro Israel yang memframing kebencian dan fitnah terhadap Hamas dan para pejuang Palestina lainnya. Dalam posisi ini, sekali lagi, Gaza menang.
Kemenangan keempat, kemenangan yang dicatat sejarah. Yakni, tentang kekohoan aqidah/ tauhid, ketabahan, kekuatan, keikhlasan, penerimaan, dan segala akhlak mulia warga Gaza meski dibantai begitu keji. Kemenangan ini menampar dunia, menampar kita semua. Bagaimana akhlak mereka dalam kondisi paling pahit di antara penderitaan manusia, tapi masih bisa tetap bersyukur.
Ada yang terluka di bangsal rumah sakit, menanyakan kondisi keluarganya. Saat mengetahui semuanya meninggal, ia masih bisa mengucap: Alhamdulillah. Bersyukur seluruh keluarganya syahid. Begitu pula seorang wanita yang kehilangan 16 keluarga dan saudaranya, juga masih bersyukur.
Bahkan, tidak ada narasi-narasi cacian, apalagi kutukan terhadap Zionis yang telah membantainya. Kekokohan aqidah dan kemuliaan akhlak mereka ini memantik kagum dunia. Yang juga terkait dengan kemenangan selanjutnya.
Kemenangan kelima, yang menjadi sejarah baru. Dari penderitaan, kekokohan aqidah dan kemuliaan warga Gaza, mereka meraih kemenangan yang mampu menghidupkan nurani masyarakat global. Mereka menciptakan sejarah baru, satu-satunya negara yang benderanya dikibarkan jutaan manusia di segala penjuru dunia. Benderanya berkibar di puluhan negara. Tanpa paksaan, tanpa bayaran.
Israel, Amerika dan para pendukung Zionis memang punya segala kekuatan. Tentara, alat tempur, media massa, dan segala kelengkapan lain. Termasuk punya kekuatan sosmed-Meta dan Tiktok, yang menghapus ribuan postingan tentang Gaza. Pemimpin Barat juga bersikap standar ganda dan berupaya menutupi satu dusta dengan dusta lain tentang yang terjadi di Gaza. Dus, negara-negara Arab yang diam dan enggan mengirim tentaranya, meski genosida menimpa saudaranya.
Justru Yaman, negara Arab termiskin yang tanpa banyak narasi, langsung bantu Gaza dengan kekuatan militernya. Langsung beraksi, tanpa basa basi. Dan hasilnya, meski para pemimpin dunia hanya bisa mengutuk, mengecam, tapi masyarakat dunia bergerak dengan sendirinya. Bergerak dari nuraninya. Gaza memang ditinggal para pemimpin dunia, tapi mereka ditemani masyarakat global. Bahkan, dicintai.
Genosida Gaza membuka topeng-topeng pemimpin dunia. Sekaligus menghidupkan gerakan civil society di seluruh dunia. Sampai-sampai group band dari Spanyol, Ska-P, menciptakan lagu bertajuk: Intifadha. Membawakannya di konser mereka yang dipenuhi lautan manusia. Gaza juga menggerakan sejumlah influencer, artis dan model dunia, meski mereka harus kehilangan pekerjaan dan cuan besarnya.
Ini berkelindan dengan kemenangan berikutnya.
Kemenangan keenam, kemenangan aqidah dan akhlak Gaza menarik banyak muallaf. Meski belum ada catatan resmi, tapi beberapa pihak independen melaporkan, genosida Gaza memantik ribuan peningkatan muallaf dari segala penjuru dunia. Bukan saja orang biasa. Di antara mereka ada nama yang populer.
Seperti aktivis dan TikToker Amerika, Megan Rice. Ia memutuskan masuk Islam, menjadi muallaf karena terinspirasi ketabahan warga Gaza. Di laman TikTok nya, Rice mengucapkan syahadat, mengumumkan masuk Islam, dan mengungkapkan kenyamanannya saat memakai jilbab. Ia juga membacakan arti ayat-ayat Quran yang dibacanya. Qiraatil Qura’an ini juga dilakukan banyak warga Eropa dan Amerika lainnya.
Apa yang dialami Megan Rice, serupa yang diungkap Profesor Zareena Grewal. Ia profesor di Yale yang menulis buku tentang Al Quran dan toleransi beragama dalam budaya Amerika. Grewal mengatakan orang-orang Amerika banyak yang mempelajari Al-Qur’an untuk memahami keimanan, kekuatan moral, ketangguhan, dan karakter memesona yang mereka lihat dalam diri Muslim Palestina.
Kemenangan ketujuh, kemenangan yang didambakan Gaza. Salah satu maksud Badai Al Aqsa 7/10: membebaskan tahanan warga Palestina yang dipenjara Israel. Pejuang Palestina belajar dari pengalaman sebelumnya, pertukaran tahanan. Terutama dari pengalaman pertukaran tentara Israel Ghilad Shalit.
Ghilad Shalit diculik 25 Juni 2006, dibebaskan 18 Oktober 2011. Shalit akhirnya dibebaskan setelah Israel membebaskan lebih dari 1.000 tawanan Palestina. Berdasarkan kesepakatan, Israel di tahap pertama membebaskan 477 tawanan Palestina. Saat Shalit bebas, Israel membebaskan 550 orang. Tidak heran serangan 7/10, Al Qassam menculik lebih banyak tentara Israel dan warganya.
Akhirnya setelah 50 hari genosida, salah satu cita-cita Gaza tercapai. Dalam kesepakatan gencatan senjata, dilakukan pertukaran tahanan. Hamas pun menerbitkan seruan berbentuk poster agar para keluarga yang anggotanya dibebaskan dari penjara Israel, turun ke jalan merayakannya sebagai bentuk syukur. Semua bergembira dengan pulangnya ratusan saudara mereka dari penjara Israel, tadi malam.
Para penduduk menggelar pawai menyambut para tahanan yang dibebaskan. Sesekali, mereka juga berteriak: kalian tahanan termahal, karena dibebaskan dengan pengorbanan 17 ribu jiwa warga. Para penduduk dan sejumlah tahanan yang dibebaskan sujud syukur.
Di Ramallah, mereka juga menyatakan dukungannya pada Hamas, sebagai tanda terimakasih. Ada pula yang menggunakan ikat kepala Hamas meski mereka bukan anggota Hamas. Warga Palestina menjadikan pembebasan tahanan seolah hari kemenangan, hari raya.
Salah satu di antara tahanan, Sarah Abdullah dari Nablus. Dengan lantang menyatakan, “Saya bangga dengan Hamas dan saya sangat mencintai Gaza. Saya bangga dengan Muhammad Dheif- Komandan Al-Qassam, saya bangga dengan Yahya Sinwar- Ketua Hamas di Gaza. Karena hanya mereka yang mendukung kami. Terima kasih,” ujarnya.
Negara mana yang kini paling kuat di dunia? Kita yakin, jawabannya: Palestina. Mereka sendirian bertahan dari pembantaian di luar kemanusiaan, tapi mampu menggerakan masyarakat dunia. Menciptakan banyak sejarah baru. Meski cita-cita utama mereka kemerdekaan, tapi pertukaran tahanan dan segala yang telah terjadi telah menunjukan: kemenangan Gaza. Meski harus dibayar banyak harta, darah, tangis, nyawa.
Itulah perjuangan, meraih kemerdekan. Semoga, mimpi besar Gaza segera terwujud. Sebagaimana pesan Abu Ubaidah, "Jaga wudhu kalian, karena sebentar lagi kita akan Shalat berjamaah di masjid Al Aqsa,” pintanya. Mudah-mudahan jadi kenyataan. Aamiin. Shalaallahu alaa Muhammad.
(Rudi Agung)