REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Umumnya umat Islam mengidamkan kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat. Bagaimana sebetulnya makna kebahagiaan duniawi dan ukhrawi itu?
Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al Mishbah menjelaskan, kebahagiaan terbagi menjadi dua; yakni ukhrawi dan duniawi. Kebahagiaan duniawi—menurut Ar Raghib Al Ashfahani—adalah memperoleh hal-hal yang menjadikan hidup duniawi nyaman. Antara lain berupa kelanggengan hidup dan kemuliaan.
Sedangkan kebahagiaan ukhrawi terdiri dari empat hal; yakni wujud yang langgeng tanpa kepunahan, kekayaan tanpa kebutuhan, kemuliaan tanpa kehinaan, dan ilmu tanpa ketidaktahuan. Dalam Surat Al Mu’minun ayat 1-2, Allah SWT berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Yang artinya, “Sesungguhnya telah beruntunglah orang-orang mukmin (yaitu) mereka yang khusyuk dalam sholatnya.”
Prof Quraish menjelaskan, ayat dalam Surat al-Hajj ditutup dengan ajakan kepada orang-orang yang beriman, serta perintah kepada mereka untuk melaksanakan tuntunan agama. Baik itu yang bersifat umum maupun khusus. Mereka yang melaksanakan tuntunan itu akan menjadi orang-orang mukmin yang mantap imannya.
Orang yang melaksanakan perintah Allah SWT dengan aneka ibadah harapannya agar mereka memperoleh keberuntungan. Sedangkan dalam kedua ayat tersebut, kata Prof Quraish, orang mukmin akan memetik dari hasil amalannya dengam berupa kebahagiaan.
Baca juga: Syekh Isa, Relawan Daarul Quran di Gaza Syahid Sekeluarga dan Kisah Putri Dambaannya
Kata “aflaha” terambil dari kata “al falh” yang berarti membelah. Dari sini petani dinamai “al fallah” karena dia mencangkul untuk membelah tanah lalu menanam benih. Benih yang ditanam petani menumbuhkan buah yang diharapkannya.
Doa kebaikan dunia akhirat...