Selasa 28 Nov 2023 16:07 WIB

Satu Dekade Program JKN: Inovasi Menuju Layanan Jaminan Kesehatan yang Lebih Baik

Ada perbaikan yang secara terus menerus dilakukan untuk mengoptimalkan Program JKN.

BPJS Kesehatan terus membuka kemudahan akses bagi seluruh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Foto: BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan terus membuka kemudahan akses bagi seluruh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menginjak tahun ke-10 penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), BPJS Kesehatan terus membuka kemudahan akses bagi seluruh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sejak kehadirannya di Januari 2014, Program JKN dinilai mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti menyampaikan di tahun kesepuluh dalam penyelenggaraannya, Program JKN dianggap sudah on the right track. Meski masih terdapat tantangan, namun BPJS Kesehatan tidak tinggal diam. Ada perbaikan yang secara terus menerus dilakukan untuk mengoptimalkan Program JKN.

Baca Juga

"Saat ini, sudah lebih dari 26 ribu fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Perkembangan Program JKN ini juga dianggap tercepat di dunia, karena dalam waktu kurang dari 10 tahun, sekitar 265 juta orang sudah terdaftar menjadi peserta," papar Ghufron dalam Seminar Universitas Dian Nuswantoro : Refleksi Satu Dekade JKN dan Tantangan Transformasi Sistem Kesehatan di Indonesia, Selasa (28/11/2023).

Ghufron mengatakan, manfaat yang dihadirkan dalam Program JKN bersifat pelayanan kesehatan perseorangan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Selain itu, pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai indikasi medis dan kompetensi fasilitas kesehatan dimulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) hingga ke rumah sakit.

Dirinya menyebut, salah satu dukungan terhadap upaya promotif dan preventif adalah dengan menghadirkan layanan Skrining Riwayat Kesehatan. Hal ini diberikan untuk memberikan kesempatan bagi peserta JKN untuk mengidentifikasi potensi risiko penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, ginjal kronik, dan jantung koroner.

"Skrining riwayat kesehatan sudah dapat digunakan oleh peserta sejak di usia 15 tahun. Peserta dapat melakukan skrining secara mandiri melalui Aplikasi Mobile JKN, situs resmi BPJS Kesehatan, atau saat mengakses layanan kesehatan di FKTP setiap satu kali dalam setahun," ujar Ghufron.

Selain itu, memasuki satu dekade Program JKN, BPJS Kesehatan kini tengah berupaya melakukan transformasi mutu layanan demi menghadirkan pelayanan yang mudah, cepat dan setara. Untuk mewujudkan hal tersebut, BPJS Kesehatan memperkenalkan berbagai inovasi, salah satunya adalah kemudahan bagi peserta untuk berobat hanya dengan menunjukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terdapat pada Kartu Tanda Penduduk (KTP).

"Berbagai upaya ini diharapkan bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan. Selain itu, harapannya dengan berbagai inovasi yang dihadirkan bisa meningkatkan kualitas pelayanan dan berdampak terhadap meningkatnya kepuasan peserta terhadap program JKN," kata Ghufron.

Kepala Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan mengatakan pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat ditentukan kondisi demografi di suatu daerah. Menurutnya, pelayanan kesehatan yang dihadirkan kepada masyarakat sangat berdampak terhadap pembiayaan dan kondisi ekonomi negara.

Ia menyebut, salah satu yang memberikan dampak besar terhadap pembiayaan pelayanan kesehatan adalah dijaminnya pembiayaan pada penyakit tidak menular. Menurutnya, penyakit tidak menular memiliki tantangan tersendiri dalam sistem pelayanan di Indonesia.

"Saat ini, upaya mitigasi terhadap penyakit tidak menular masih belum memadai. Bukan hanya itu, perilaku masyarakat juga perlu ditekan untuk meminimalisir risiko terkena penyakit tidak menular," jelas Ahsan.

Untuk itu, ia menekankan fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu menguatkan upaya promotif dan preventif kepada seluruh masyarakat, khususnya melakukan kampanye terkait mengurangi penggunaan gula dan garam sebagai salah satu bentuk pencegahan terhadap risiko terkena penyakit.

Sementara itu, Kepala Bidang Program Analisis Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Ronald Yusuf mengatakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) menjadi salah satu alternatif dalam menguatkan Dana Jaminan Sosial (DJS). Dirinya sepakat bahwa apabila negara hanya berfokus di sisi kuratif, maka kondisi keuangan negara akan menjadi tidak sehat.

"Kalau kita hanya fokus kepada kuratif, maka negara akan terus mengeluarkan biaya. Untuk itu, kita perlu adanya penguatan promotif dan preventif untuk menjaga masyarakat hidup sehat. Selain itu, dukungan dari pemerintah daerah juga dibutuhkan untuk membayarkan iuran kepesertaan warganya," ujar Ronald.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement