Senin 11 Dec 2023 15:35 WIB

Di Sidang, Firli Minta Hakim Batalkan Status Tersangka dan SP3 Kasusnya

Di sidang praperadilan, Firli minta hakim batalkan status tersangka dan SP3 kasusnya.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua KPK non aktif Firli Bahuri. Di sidang praperadilan, Firli minta hakim batalkan status tersangka dan SP3 kasusnya.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK non aktif Firli Bahuri. Di sidang praperadilan, Firli minta hakim batalkan status tersangka dan SP3 kasusnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Firli Bahuri (FB) meminta hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membatalkan status tersangka. Pembatalan status hukum terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif itu diajukan tim pengacaranya dalam permohonan praperadilan yang dibacakan di muka hakim tunggal, pada Senin (11/12/2023).

Tim pengacara juga meminta hakim praperadilan agar memerintahkan Polda Metro Jaya menghentikan penyidikan (SP3) kasus korupsi yang menjerat Firli sebagai tersangka.

Baca Juga

Pengacara Ian Iskandar menegaskan dalam permohonannya bahwa penetapan tersangka terhadap Firli oleh penyidik Dittreskrimsus Polda Metro Jaya tak sah.

“Menyatakan tindakan termohon (Polda Metro Jaya) yang menetapkan pemohon (Firli bahuri) sebagai tersangka berdasarkan Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor S.Tap/325/XI/RES.3.3/Dittreskrimsus bertanggal 22 November 2023 atas nama Firli Bahuri adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum,” kata Ian di PN Jaksel, Senin (11/12/2023).

“Oleh karenanya, tidak mempunyai kekuatan yang mengikat,” kata Ian menambahkan.

Tim pengacara membeberkan sedikitnya 90 alasan tentang kecacatan, dan dasar hukum atas proses yang tak lazim dalam penetapan Firli sebagai tersangka. Firli ditetapkan tersangka oleh kepolisian terkait dengan kasus korupsi, berupa pemerasan dan penerimaan gratifikasi, hadiah, atau janji dari eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam pengusutan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) 2020-2023.

Menurut Ian, penetapan tersangka terhadap kliennya itu tak berdasarkan proses hukum beracara yang tertib. Pun dinilai menyalahi proses penyidikan. Karena dilalui tanpa adanya tahapan penyelidikan.

Bahkan dikatakan Ian, kasus yang menyeret kliennya sebagai tersangka itu berdasarkan pelaporan yang tak sesuai dengan persangkaan pemerasan, dan penerimaan gratifikasi. Yaitu menyangkut Pasal 12e atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU 31/1999, juncto Pasal 65 KUH Pidana yang dituduhkan terhadap Firli.

Karena dikatakan Ian, proses hukum yang kini menyeret Firli sebagai tersangka, berdasarkan atas laporan mandiri penyidik kepolisian yang tertuang dalam LP/A/91/X/2023/SPKT.Direskrimsus Polda Metro Jaya. Menurut Ian, laporan tersebut bermodel tipe A. Yang praktiknya, dikatakan Ian, dilaporkan sendiri oleh penyidik kepolisian.

Padahal persangkaan terhadap Firli, terkait dengan dugaan perbuatan hukum berdasarkan atas pelaporan pihak yang mengalami langsung terjadinya tindak pidana pemerasan, dan gratifikasi, atau penerimaan hadiah atau janji.

Karena itu, Ian dalam permohonan praperadilannya juga meminta agar hakim praperadilan menyatakan laporan tipe A dalam proses hukum terhadap Firli itu dicabut.

“Menyatakan laporan polisi Nomor LP/A/91/X/2023/SPKT.Direskrimsus Polda Metro Jaya bertanggal 9 Oktober 2023 dicabut, karena tidak sah, dan tidak berlaku,” kata Ian.

Juga dikatakan Ian, penetapan tersangka terhadap Firli tersebut sarat dengan tekanan publik, bahkan politis. Mengingat kata tim pengacara, dalam penanganan perkara tersebut terkait dengan peran dari Yasin Limpo sebagai politikus salah-satu partai politik.

Juga dikatakan Ian, penetapan tersangka terhadap Firli, dilakukan tanpa berdasarkan alat bukti yang cukup. Terutama dikatakan dia, terkait dengan alat-alat bukti atas persangkaan korupsi, pemerasan, dan penerimaan gratifikasi, hadiah, atau janji.

Karena itu, Ian mengatakan, agar hakim praperadilan memerintahkan Polda Metro Jaya menyetop kasus Firli tersebut. Dan memerintahkan penyidik kepolisian tak lagi melanjutkan penanganan kasus tersebut.

“Menyatakan termohon untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Memerintahkan termohon untuk tidak lagi menerbitkan surat perintah penyidikan. Dan menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan terangka terhadap diri pemohon,” sambung Ian.

Sidang lanjutan praperadilan ajuan Firli Bahuri itu, akan berlanjut pada Selasa (12/12/2023). Yaitu dengan agenda jawaban dari Tim Hukum Polda Metro Jaya atas permohonan praperadilan Firli.

Kepala Bidang Hukum (Kabidkum) Polda Metro Jaya Putu Putra Sadana yang menjadi wakil dari kepolisian dalam praperadilan tersebut menyatakan siap memberikan jawaban atas materi praperadilan yang diajukan oleh tim pengacara Firli.

Meskipun sempat meminta waktu kepada hakim untuk membacakan jawaban pada Rabu (13/12/2023) mendatang. Tetapi dikatakan dia, keputusan hakim tunggal Imelda Herawati memerintahkan agar kepolisian menyiapkan jawaban, pada Selasa (12/12/2023).

“Kami siap. Dan kami sudah menyiapkan jawaban atas apa yang dimohonkan oleh tim pengacara dari pihak pemohon. Dan dalam persidangan besok (12/12/2023) akan kami sampaikan,” ujar Putu Putra di PN Jaksel.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement