Jumat 15 Dec 2023 21:43 WIB

Perubahan Iklim Sebabkan Jutaan Orang Terkena DBD Tahun Ini, Angkanya Lampaui Rekor

Kasus infeksi DBD di 2023 tercatat menjadi yang terbanyak sepanjang sejarah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Nyamuk Aedes aegypti (Foto: ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Nyamuk Aedes aegypti (Foto: ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demam berdarah melanda Belahan Bumi Barat dalam jumlah yang belum pernah terjadi sejak pencatatan dimulai lebih dari empat dekade yang lalu. Menurut para ahli, peningkatan suhu dan urbanisasi berkontribusi dalam mempercepat laju infeksi.

Rekor lebih dari 4 juta kasus telah dilaporkan di seluruh Amerika dan Karibia sepanjang tahun ini, melampaui rekor sebelumnya yang ditetapkan pada tahun 2019. Para pejabat dari Bahama hingga Brazil memperingatkan adanya klinik yang penuh sesak dan infeksi baru setiap hari. Selain itu, lebih dari 2000 kematian di wilayah tersebut juga telah dilaporkan.

Baca Juga

"Tahun ini adalah tahun di mana kita melihat kasus demam berdarah terbanyak dalam sejarah. Penyakit yang ditularkan melalui vektor, terutama penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, memberikan kita pengingat baik tentang apa yang terjadi dengan perubahan iklim,” kata Thais dos Santos, penasihat pengawasan dan pengendalian penyakit arbovirus di Pan American Health Organization, kantor regional Organisasi Kesehatan Dunia di Amerika.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) juga mencatat bahwa suhu yang lebih tinggi juga memperluas habitat nyamuk dan membantu virus berkembang lebih cepat di dalam nyamuk. Ini kemudian akan mengarah pada viral load yang lebih tinggi dan kemungkinan penularan yang lebih tinggi.

"Infeksi ini merupakan gejala dari beberapa tren besar yang sedang terjadi di dunia. Perubahan iklim tampaknya sangat sulit untuk diatasi, dan begitu banyak negara sekarang menjadi urban, saya dapat melihat demam berdarah dan penyakit lainnya, menjadi semakin sering terjadi dan semakin kompleks untuk ditangani,” kata kepala ilmuwan WHO, Jeremy Farrar, seperti dilansir NBC, Jumat (15/12/2023).

Dos Santos mengatakan bahwa pihaknya melihat fenomena baru seiring dengan meningkatnya kasus demam berdarah, termasuk rekor suhu, musim yang lebih panjang, dan penyebaran demam berdarah yang lebih jauh ke utara dan selatan dari biasanya. California, misalnya, melaporkan dua kasus demam berdarah pertama yang didapat secara lokal tahun ini, dan Florida 138 kasus - sebuah rekor untuk negara bagian tersebut. Tahun lalu, Florida melaporkan 65 kasus.

Musim panas di Belahan Bumi Utara tahun ini merupakan yang terpanas yang pernah terjadi, dengan suhu pada bulan Agustus sekitar 1,5 derajat Celcius lebih hangat dari rata-rata pra-industri. Dan sejauh ini, tahun 2023 adalah tahun terpanas kedua dalam catatan, menurut Copernicus, layanan iklim Eropa.

Di seluruh dunia, lebih dari 4,5 juta kasus demam berdarah telah dilaporkan pada awal November, dengan lebih dari 4 ribu kematian dilaporkan di 80 negara. Farrar percaya bahwa rekor global yang ditetapkan pada tahun 2019 yaitu 5,2 juta kasus dapat dilampaui tahun ini.

Demam berdarah menyerang sekitar 129 negara, dengan sekitar setengah dari populasi dunia berisiko, menurut Organisasi Kesehatan Dunia. Virus ini ditularkan terutama oleh nyamuk Aedes aegypti betina yang terinfeksi, yang menggigit inang untuk mendapatkan protein untuk telurnya. Virus ini dapat menyebabkan sakit kepala hebat, demam, muntah, ruam dan gejala lainnya. Meskipun sebagian besar orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala, kasus yang parah dapat menyebabkan kebocoran plasma dan kematian.

Lebih buruk lagi, para ahli mengatakan, infeksi berulang berarti risiko yang lebih tinggi untuk terkena demam berdarah yang parah. Meskipun nyamuk yang membawa demam berdarah juga menyebarkan chikungunya dan virus Zika, peredaran dua virus lainnya lebih sedikit karena adanya kekebalan di masa lalu, kata Paz-Bailey, seraya menambahkan bahwa sangat jarang ada nyamuk yang membawa dua virus sekaligus.

Pada bulan Januari, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa demam berdarah merupakan ancaman pandemi dan merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang paling cepat menyebar di dunia. Meskipun ada vaksin dan nyamuk yang dikembangbiakkan secara khusus yang mengandung bakteri yang disebut Wolbachia untuk melawan demam berdarah, tidak ada pengobatan khusus untuk virus ini setelah seseorang terinfeksi.

Tidak jelas berapa banyak negara, jika ada, yang telah meminta vaksin dari produsen, tetapi Pan American Health Organization mengatakan bahwa kelompok penasihat teknis imunisasinya baru-baru ini bertemu untuk membahas vaksin dengue dan akan menerbitkan rekomendasi setelah selesai.

Benua Amerika memecahkan rekor regional sebelumnya untuk demam berdarah pada awal tahun ini, dengan Brazil, Argentina, Paraguay, dan Peru melaporkan kasus terbanyak di seluruh dunia. Peru mengumumkan keadaan darurat di beberapa daerah setelah melaporkan jumlah kasus yang sangat tinggi.

Karibia juga sedang berjuang melawan lonjakan kasus, dengan wilayah ini melaporkan peningkatan 15 persen dalam kasus yang dikonfirmasi pada awal Oktober dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, menurut Badan Kesehatan Masyarakat Karibia.

Para pejabat di pulau-pulau Karibia Prancis, Guadeloupe dan Martinique, menyatakan epidemi pada bulan Agustus yang masih berlangsung. Martinique, misalnya, melaporkan rata-rata 800 kasus per minggu di pulau berpenduduk sekitar 394 ribu jiwa ini. Sementara itu, Jamaika dan Bahama mengumumkan wabah pada bulan September, diikuti oleh Barbados pada bulan Oktober.

“Risiko terkait dan efek riak tidak boleh diremehkan karena wabah demam berdarah dan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk lainnya menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap kesehatan, pariwisata, serta pembangunan sosial dan ekonomi," kata Badan Kesehatan Masyarakat Karibia dalam sebuah pernyataan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement