REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) menyatakan realisasi ekspor produk hasil hutan pada 2023 mencapai 128,5 persen dari target yang ditetapkan.
Pelaksana Tugas Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Agus Justianto mengungkapkan, KLHK menargetkan ekspor produk hasil hutan pada 2023 sebesar 10 miliar dolar AS. "Realisasinya hingga pertengahan Desember sudah mencapai 12,85 miliar dolar AS atau 128,5 persen dari target,” kata Agus Justianto.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja ekspor hasil hutan adalah adanya keandalan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). Menurut dia, sistem tersebut telah mendapat kepercayaan global untuk menjamin produk kayu yang dibeli bersumber dari pengelolaan hutan secara lestari.
Hal ini juga dibuktikan Indonesia menempati ranking tertinggi pada Global Timber Index (GTI), platform yang mempromosikan perdagangan kayu legal dan berkelanjutan yang dipublikasikan oleh Organisasi Kayu Tropis Internasional (ITTO).
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Krisdianto menambahkan, rebranding dan penguatan SVLK sangat strategis ketika isu legalitas dan kelestarian produk kayu semakin menjadi perhatian dunia. Banyak negara yang kini membuat regulasi untuk memastikan produk kayu yang masuk bersumber dari pengelolaan hutan lestari dan bukan dari deforestasi.
Setelah Uni Eropa memberlakukan ketentuan anti deforestasi (EUDR), kini tren regulasi bebas deforestasi juga muncul di pasar-pasar kunci. Di antaranya di Amerika Serikat dengan US Forest Act 2023, Inggris (UK Forest Risk Commodities), dan Jepang (Japan Clean Wood Act).
Untuk menghadapi tren tersebut, kata Krisdianto, penguatan SVLK terus dilakukan. Saat ini SVLK telah dilengkapi dengan kriteria dan indikator sesuai tuntutan pasar global, salah satunya adalah keterlacakan melalui penyampaian titik koordinat lokasi penebangan, pengolahan dan pemasaran produk kayu (geo-lokasi).