REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Polresta Yogyakarta mulai melakukan penyelidikan terhadap dugaan kekerasan seksual yang dialami belasan siswa sekolah dasar (SD) di salah satu sekolah swasta di Kota Yogyakarta. Dugaan kekerasan seksual tersebut dilakukan oleh salah satu guru terhadap belasan siswa kelas 6 SD.
Dugaan kekerasan seksual tersebut dilaporkan oleh pihak sekolah didampingi kuasa hukum ke Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polresta Yogyakarta, Senin (8/1/2024) kemarin. Kasus itu pun ditindaklanjuti oleh Unit PPA Sat Reskrim Polresta Yogyakarta.
Kasi Humas Polresta Yogyakarta, AKP Timbul Sasana Raharjo mengatakan, Unit PPA Sat Reskrim Polresta Yogyakarta sudah melakukan pemeriksaan saksi-saksi terkait dugaan kekerasan seksual tersebut. Setidaknya, ada tiga saksi yang sudah diperiksa.
"Saat ini penyidik PPA Polresta Yogyakarta telah melakukan pemeriksaan tiga orang saksi, (terdiri dari) kepala sekolah dan dua orang guru," kata Timbul, Selasa (9/1/2024).
Kekerasan seksual tersebut diduga dilakukan oleh guru laki-laki di salah satu SD swasta di Kota Yogyakarta berinisial NB (22 tahun). Guru tersebut dikatakan mengajar mata pelajaran content creator dan saat ini sudah dinonaktifkan oleh pihak sekolah.
Kuasa hukum kepala sekolah yang bersangkutan, Elna Febi Astuti mengatakan bahwa dugaan kekerasan seksual itu sudah berjalan sejak Agustus hingga Oktober 2023. Namun, pelaporan ke polisi baru dilakukan 8 Januari 2024 lalu setelah adanya keluhan dari siswa dan dilakukan penyelidikan internal oleh pihak sekolah.
"Jumlah siswanya (yang diduga mengalami kekerasan seksual) 15 orang, umur 11 sampai 12 tahun, kelas 6 SD. Korbannya perempuan dan laki-laki," kata Elna di Mapolresta Yogyakarta, Senin (8/1/2024).
Disampaikan Elna bahwa dugaan kekerasan seksual terhadap belasan siswa SD tersebut awalnya diketahui dari keluhan yang disampaikan siswa kepada guru yang merupakan wali kelas 6. Dari wali kelas melaporkan ke kepala sekolah.
"Oleh guru dilaporkan kepada kepala sekolah untuk dilakukan penyelidikan apakah betul ada aduan seperti yang disampaikan oleh anak-anak kelas 6. Jadi satu kelas itu mengadu masing-masing, akhirnya aduannya dicatat," ucap Elna.
Dari keluhan siswa, dilakukan penyelidikan internal oleh pihak sekolah terhadap guru yang diduga melakukan kekerasan seksual. Dari hasil penyelidikan internal diketahui bahwa siswa tidak hanya mendapatkan kekerasan seksual, namun juga kekerasan fisik.
"Pihak sekolah melakukan penyelidikan internal dan ditemukan beberapa perlakuan kejadian seperti dipegang kemaluannya. Kekerasan tidak hanya seksual, tapi juga kekerasan fisik seperti diberikan pisau di leher dan paha, berupa ancaman dielus-elus dengan pisau, dipegang pahanya," ucap Elna.
Elna menyebut bahwa siswa yang diduga menjadi korban kekerasan seksual juga dipengaruhi oleh terduga pelaku dengan menonton video dewasa. Bahkan, juga diajarkan cara melakukan open booking out (BO) di aplikasi.
"Jadi seperti dia (terduga pelaku) me-lead anak-anak itu untuk melihat video (dewasa), menggiring, dan mempengaruhi," jelasnya.