REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ulama dan Sastrawan Dunia kelahiran Beirut, Syekh Musthafa al-Ghalayain (1885-1944 M) membagikan kiat untuk menjadi mulia dengan sikap moderat. Siapa saja yang menginginkan kemuliaan, kata dia, dapat memperolehnya dengan sikap moderat.
“Moderat dalam berpikir, bermazhab, makan, minum, berpakaian, dan berjuang, dan dalam setiap masalah, baik yang abstrak maupun yang konkret. Itu semua merupakan kemuliaan,” kata Syekh Musthafa dikutip dari terjemahan kitab Izhatun Nasyi’in terbitan TuRos, buku berjudul “Hidup Sering Kali tidak Baik-Baik Saja, Tapi Kita Bisa Menghadapinya”.
Syekh Musthafa menuturkan, siapa pun yang istiqomah menempuh jalan tengah, maka dapat dipastikan akan selamat. Sedangkan dua sisi dari sikap moderat merupakan hal yang tercela. Menurut dia, sikap moderat merupakan tindakan tengah-tengah dalam setiap perkara.
Dia mengatakan, keberanian (as-Saja’ah) itu menjadi mulia karena berada di antara dua sifat yang tercela, gegabah dan penakut. Begitu juga dengan kedermawanan (al-jud), ia mulia karena di tengah-tengah antara dua keburukan, boros dan pelit.
“Demikianlah kondisinya. Kalian akan mendapati sesuatu yang terpuji pada sikap modera, yaitu selalu di tengah-tengah antara dua sikap tercela,” jelas Syekh Musthafa.
Begitu juga dengan kecerdasan. Menurut dia, jika kecerdasan itu berlebihan, maka akan menyebabkan kekacauan dalam beberapa pekerjaan, dan membawa beban yang tidak mampu dikerjakan oleh orang-orang berakal. Namun, jika kecerdasan itu kurang, justru akan menimbulkan kebodohan dan kebebalan.
Soal ketakwaan juga seperti itu. Jika ketakwaan melampui batas, kata Syekh Musthofa, maka bisa menimbulkan keragu-raguan, yang sering kali mendorong pelakunya meninggalkan ibadah dan cenderung melakukan perbuatan orang-orang fasik dan durhaka.
Oleh karena itu, menurut Syekh Musthafa, hukum-hukum Allah melarang sikap ekstrem dalam agama dan memerintahkan jalan yang lurus dan moderat. Dalam hadits diriwayatkan,
إِنَّ المُنْبَتَّ لَا أَرْضاً قَطَعَ وَلاَ ظَهْرًا أَبْقَى
“Orang yang memisahkan diri dari rombongan seperjalannya (karena ingin cepat sampai) tidak akan bisa melanjutkan perjalanan dan tidak lagi memiliki kendaraan yang bisa digunakan.”