REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kepala Keamanan Iran, Ali Akbar Ahmadian, memperingatkan bahwa setiap operasi yang dilakukan Israel terhadap Iran akan mendapat tanggapan keras.
Dalam panggilan telepon dengan Penasihat Keamanan Nasional Irak Qasim Al-Araji, Ahmadian menekankan pentingnya hubungan persaudaraan antara Iran dan Irak.
Kepala keamanan Iran memperingatkan bahwa jika Israel melancarkan operasi apa pun dari negara mana pun yang menargetkan rakyat dan pemerintah Iran, hal itu tidak akan ditoleransi.
Hal ini disampaikan setelah Iran meluncurkan rudal balistik di tempat yang mereka klaim sebagai pangkalan dinas mata-mata Israel Mossad di Erbil, Irak utara.
Pihak Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC), yang cabang multi-dinas utama Angkatan Bersenjata Iran, menyebutkan, salah satu markas spionase utama Israel di Erbil, Irak, dihancurkan oleh serangan rudal balistik tersebut.
"Markas besar ini digunakan untuk merencanakan kegiatan spionase dan serangan teror," kata IRGC dalam sebuah pernyataan, dilansir Shafaq News, Jumat (19/1/2023).
Pihak berwenang Kurdi melaporkan empat warga sipil tewas, di antaranya adalah pengusaha multijutawan Peshraw Dizayee dan beberapa anggota keluarganya. Enam lainnya terluka.
Meskipun pihak Irak dan Kurdi mengecam keras serangan tersebut, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian mengklaim bahwa operasi ini adalah pertahanan diri.
Amir-Abdollahian menggarisbawahi bahwa Irak adalah bagian tak terpisahkan dari keselamatan Iran namun menegaskan bahwa reaksi harus diberikan terhadap setiap ancaman yang timbul dari negara ini.
Menteri Iran menyatakan bahwa Teheran telah menyampaikan informasi ke Bagdad tentang dugaan aktivitas Mossad di Kurdistan, sebuah klaim yang secara konsisten ditolak oleh pemerintah Bagdad dan Erbil. Amir-Abdollahian meminta perhatian pada perjanjian keamanan dengan Irak, yang memungkinkan Iran mempertahankan diri.
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir Abdollahian menekankan, operasi militer yang masih berlangsung bukanlah solusi untuk mengatasi krisis Timur Tengah dan kepemimpinan Israel harus memahami ini.
"(Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu harus menyadari bahwa perang tidak akan menyelesaikan konflik Timur Tengah. Mustahil menghancurkan Hamas dan membebaskan para sandera dengan terus berperang," katanya.