Jumat 19 Jan 2024 15:26 WIB

MUI Bali Serahkan Bukti SARA yang Dilakukan Arya Wedakarna ke Badan Kehormatan DPD

Arya di video memarahi Kakanwil Bea Cukai Bandara Ngurah Rai yang berjilbab.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Pengurus MUI Bali ketika menghadiri sidang pengumpulan bukti atas dugaan pelanggaran Arya Wedakarna di Kota Denpasar, Bali, Jumat (19/1/2024).
Foto: Antara/Ni Putu Putri Muliantari
Pengurus MUI Bali ketika menghadiri sidang pengumpulan bukti atas dugaan pelanggaran Arya Wedakarna di Kota Denpasar, Bali, Jumat (19/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bali hadir dalam sidang Badan Kehormatan (BK) DPD RI untuk menjelaskan dan menyerahkan barang bukti terkait dugaan pelanggaran tata tertib dan kode etik oleh anggota DPD daerah pemilihan (dapil) Bali, Arya Wedakarna (AWK).

"Hari ini kami diundang oleh BK DPD RI untuk memaparkan apa yang menjadi keberatan, kami sudah mengajukan surat pengaduan kepada BK dan hari ini diminta menjelaskan satu persatu secara detail apa yang menjadi isu pokok dari keberatan kami," kata Ketua Bidang Hukum MUI Bali, Agus Samijaya di Kota Denpasar, Jumat (19/1/2024).

Baca Juga

Adapun yang dibahas dalam sidang tersebut adalah aduan MUI Bali terkait video pertemuan AWK dengan Kanwil Bea Cukai Bandara I Gusti Ngurah Rai yang sempat viral. Agus menilai, video itu bermuatan ujaran kebencian mengandung SARA, dan untuk mendukung laporan, telah dilampirkan tiga bukti pendukung.

Bukti tersebut berupa tanggapan dan pendapat hukum dari MUI Bali, bukti-bukti berupa unggahan dari Arya Wedakarna, dan rekapan dari rekaman siaran langsung saat rapat dengar pendapat antara anggota Komite I DPD RI tersebut bersama Bea Cukai Bandara Gusti Ngurah Rai sepanjang 49 menit.

"Jadi untuk menafsirkan sebuah kalimat itu tidak lepas dalam konteksnya. Saat itu kalau kita lihat dari 49 menit video kan dia (AWK) katakan soal 'apa agama sampean, apakah agama sampean tidak mengajari’ itu kan sudah mencoba membingkai bahwa agama saya mengajarkan itu dan agama kamu tidak," ujar Agus.

"Kemudian berulang-ulang mengatakan 'kamu pendatang dan kami pribumi' menurut saya itu dikotomi bahasa yang membentur-benturkan orang Bali dan luar," ucap Agus menegaskan.

Kepada pimpinan BK DPR RI, MUI Bali juga menyampaikan, mereka turut bangga jika petugas depan (front liner) di bandara adalah gadis Bali. Namun, ketika menyentuh politik identitas seperti mengatakan 'tidak mau orang yang pakai penutup kepala tidak jelas this is not Middle East', maka mereka menafsirkan ucapan AWK sebagai bentuk kebencian.

"Dia mengatakan yang dimaksud penutup tidak jelas itu topi bukan hijab, memangnya di rapat itu ada yang pakai topi, kan tidak ada, yang ada di sana Kakanwil Bea Cukai Bandara Ngurah Rai yang baru, ibu-ibu yang kebetulan muslimah pakai hijab, dan pandangan matanya (AWK) menurut keterangan diarahkan ke kakanwil dengan nada marah-marah, kami sudah koordinasi," kata Agus.

Dia juga bercerita, ketika sedang bersama Ketua Umum MUI Bali Mahrusun Hadyono dan Komisi Hukum MUI Bali Muhammad Zainal Abidin menghadap BK DPD RI, mereka mendapat apresiasi. Hal itu karena mereka bersedia hadir memberi keterangan.

Ke depan, MUI yang didukung sekitar 25 kelompok Muslim di Pulau Dewata akan menerima dinamika atas aduan tersebut. Baik kasusnya berlanjut secara hukum maupun potensi selesai secara kekeluargaan.

Made Mangku Pastika...

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement