Rabu 31 Jan 2024 14:12 WIB

Hamas Terima dan Pelajari Proposal Gencatan Senjata yang Baru

Israel sudah membunuh 26 ribu atau satu persen lebih dari 2,3 juta rakyat Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
 Massa pro Palestina membawa spanduk untuk menentang serangan udara Amerika Serikat dan Inggris kepada kelompok Houti di Yaman. Mengikuti National March for Palestine di London, Inggris (13/1/2024), mereka berjalan dari Bank of England ke Parliament Square untuk mendesak gencatan senjata permanen dan mengakhiri pengepungan terhadap Gaza.
Foto: EPA-EFE/TOLGA AKMEN
Massa pro Palestina membawa spanduk untuk menentang serangan udara Amerika Serikat dan Inggris kepada kelompok Houti di Yaman. Mengikuti National March for Palestine di London, Inggris (13/1/2024), mereka berjalan dari Bank of England ke Parliament Square untuk mendesak gencatan senjata permanen dan mengakhiri pengepungan terhadap Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, TEPI BARAT -- Hamas mengatakan mereka sudah menerima dan sedang mempelajari proposal gencatan senjata dan pembebasan sandera yang baru. Proposal itu disampaikan mediator setelah berbicara dengan Israel dalam negosiasi  yang tampaknya paling serius dalam beberapa bulan terakhir.

Pada Selasa (30/1/2023) pejabat senior Hamas mengatakan proposal itu melibatkan gencatan senjata tiga tahap. Dimana tahap pertama akan membebaskan sisa tawanan yang diculik dalam serangan mendadak 7 Oktober 2023, kemudian tahanan militer dan akhirnya jenazah para sandera yang meninggal dunia.

Baca Juga

Pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya tersebut mengindikasi berapa lama tahapan akan berlangsung atau apa yang diperkirakan akan terjadi setelah tahapan terakhir. Namun proposal ini mengusulkan gencatan senjata pertama sejak gencatan senjata bulan November lalu yang merinci pembebasan sandera yang disepakati kedua belah pihak.

Proposal gencatan senjata diserahkan setelah pembicaraan di kepala intelijen Israel, Amerika Serikat (AS) dan Mesir di Paris bersama perdana menteri Qatar. Untuk menunjukkan keseriusan negosiasi ini, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan ia akan berangkat ke Kairo untuk mendiskusikannya, kunjungan publik pertamanya selama lebih dari satu bulan.