REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti, Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri
Co-Captain Timnas Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Sudirman Said dengan nada satire menyampaikan terima kasihnya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab di akhir masa kepemimpinan Jokowi, semua elemen masyarakat kembali membicarakan soal etika.
Menurut Sudirman, puncak pembahasan etika kembali terjadi saat keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Diketahui, putusan itu meloloskan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres).
Namun, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian memutus adanya pelanggaran etik berat terhadap mantan ketua MK Anwar Usman. Diketahui, Anwar merupakan adik ipar dari Jokowi.
"Saya berterima kasih kepada Pak Jokowi pada hari ini, karena nomor satu kata-kata etik, moral yang selama ini tidak dibicarakan, tiba-tiba dibicarakan oleh semua pihak," ujar Sudirman dalam diskusi di di Habibie & Ainun Library, Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Sudirman mengutip pernyataan Presiden ke-32 Amerika Serikat (AS), Franklin Delano Roosevelt. Inti dari pernyataan yang dikutipnya dari Franklin adalah bahwa tugas pemimpin negara adalah membujuk, memimpin, berkorban, dan yang terpenting adalah mendidik rakyatnya.
Dalam kaitannya dengan kutipan tersebut, ia menyinggung Jokowi sebagai pemimpin negara yang justru turun langsung membagikan bantuan sosial (bansos) ke masyarakat. Padahal, tugas tersebut dapat dilakukan oleh pembantunya yang berwenang terhadap program tersebut.
"Tidak seperti sekarang, membagi sembako, tetapi membanting habis-habisan moral. Ini menurut saya sesuatu yang sangat tragis dan mudah-mudahan pemilu ini bisa menjadi suatu moral call," ujar Sudirman.
"Kedua berterima kasih kepada Jokowi karena menghimpun kembali kewarasan lintas sektor, lintas warna. Tiba-tiba semua berkumpul, kita berbicara mengenai perlunya mengembalikan pada moral," sambungnya satire kepada Jokowi.
Berbicara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa penyimpangan-penyimpangan terhadap demokrasi terus terjadi jelang pencoblosan pada Pemilu 2024. Distorsi tersebut bahkan terjadi di akhir kepemimpinan Presiden Jokowi.
Distorsi pertama terjadi saat etika dan hukum tak dijalankan dengan beriringan. Puncaknya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden.
Tegasnya, publik tentu tak bisa tutup mata dengan konflik kepentingan di dalam pencalonan tersebut. Apalagi ketua MK yang memutuskan adalah Anwar Usman, yang notabenenya adalah adik ipar dari Jokowi dan paman untuk Gibran.
"Menjadi persoalan etis ketika sedang menjabat, seseorang apalagi ketika menjadi panglima tertinggi, penguasa tertinggi, kemudian dengan cara-cara oleh keputusan MKMK dikatakan tidak etis, itu tetap dilanjutkan. Sehingga terjadi conflict of interest," ujar Hasto dalam diskusi di Habibie & Ainun Library, Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Distorsi kedua terjadi ketika penyelenggara Pemilu 2024 justru diputuskan melakukan pelanggaran etik, yang lagi-lagi diakibatkan oleh pencalonan Gibran. Padahal, posisi etika seharusnya lebih tinggi dari hukum.
Diketahui, pelanggaran pertama dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terjadi saat Hasyim Asy'ari jalan bareng dengan Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein atau Wanita Emas ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hasyim lalu dijatuhi sanksi keras oleh DKPP pada 3 April 2023.
Kedua, saat Hasyim dianggap melanggar etik terkait Peraturan KPU (PKPU) tentang Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan Pileg 2024. Ia kembali dijatuhi sanksi peringatan keras oleh DKPP pada 25 Oktober 2023.
Terbaru, Hasyim bersama enam Komisioner KPU dianggap melanggar etik karena menerima pencalonan Gibran tanpa terlebih dahulu merevisi PKPU mengenai batas usia minimun capres-cawapres. Mereka dijatuhi sanksi peringatan keras dan terakhir pada 5 Februari 2024.
"Apakah ini nanti kita biarkan dan kemudian dua keputusan etik yang sangat berat ini kan akhirnya menyandera demokrasi kita. Terkait dengan proses legitimasi, legalitas, ini mengapa kemarin keputusan etik, karena ada conflict of interest tadi," ujar Hasto.
Distorsi terakhir adalah adanya intimidasi dan tekanan. Tegasnya, intimidasi didapatkan oleh para kepala daerah, kepala desa, akademisi, hingga masyarakat biasa dari pihak-pihak yang memaksakan terjadinya satu putaran pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Menurutnya, intimidasi tersebut sangat tidak sejalan dengan semangat dari Presiden ke-3 Republik Indonesia B.J. Habibie. Sebab, Habibie adalah presiden pertama Indonesia pada era reformasi, setelah Orde Baru digulingkan masyarakat.
"Semangat reformasi itu kami datang dan Pak Habibie meletakkan dasar-dasar demokrasi," ujar Hasto.